Pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan


Pemberontakan DI/TII di luar Jawa meletus di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh. Di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar, di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar dan di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh.

Di Kalimantan Selatan , seorang bekas letnan dua TNI memberontak pada tahun 1950 dan tahun 1959. Ia mendasarkan gerakannya atas Islam, dan menyatakan gerakannya sebagai gerakan DI/TII.  Pasukan tempurnya diberi nama Kesatuan Rakyat  yang Tertindas (KRjT). Pemberontakan Ibnu Hajar dapat dipadamkan . Terlahir sebagai Angli atau Saderi bin Umar,  Ibnu Hajar ditangkap dan menjalani hukuman mati pada tanggal 22 September 1965 (Masyhuri, 2004 : 237-238).

Dalam Ensiklopedi Sejarah Indonesia disebutkan bahwa Ibnu Hadjar masuk ke dalam barisan DI/TII pada tahun 1954 setelah Kartosuwiryo mengajaknya untuk mempertahankan Negara Islam Indonesia (NII). Di sini Ibnu Hadjar diberi jabatan sebagai Menteri Negara sementara Kartosuwiryo sebagai presiden, Daud Beureu’eh dari Aceh didapuk sebagai Wakil Presiden dan Kahar Muzakkar dari Sulawesi dipercaya sebagai Wakil Menteri Pertahanan Pertama . Di sini, Ibnu Hadjar juga didapuk menjadi pemimpin gerakan Darul Islam Kalimantan.

Setahun bergabung dengan DI/TII, tak ada serangan berarti yang dilancarkan kelompok Ibnu Hadjar. Bahkan, gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) pertama tahun 1955 para petugas dan pemilih di desa-desa lalu lalang seperti biasa sehingga Pemilu dapat berjalan dengan lancar. Padahal, sebelumnya KRjT menyatakan akan melakukan konfrontasi dalam ajang pesta politik tersebut dan mendesak konstituen untuk memberi suaranya kepada Partai Islam.

Serangan yang memiliki dampak luas terjadi setelah KRjT membentuk divisi-divisi di tiap daerah dengan dipimpin oleh seorang komandan yang merangkap sebagai kepala daerah pejuang mujahidin. Masing-masing dari mereka mempunyai wilayah operasi khusus. Strategi ini cukup berhasil membuat pemerintah pusat kalang kabut hingga pada tahun 1955 Presiden Sukarno melalui pidatonya di Banjarmasin meminta Ibnu Hadjar dan kelompoknya untuk menyerah. 

Permintaan orang nomor satu itu tidak digubris, malah kekuatan Ibnu Hadjar semakin memuncak. Pemerintah pun terpaksa mengirim tambahan pasukan TNI ke Kalsel untuk menumpas kelompok militan Ibnu Hadjar. 

Kisah perlawanan Ibnu Hadjar dan KRjT baru bisa diredam pada 1963. Ibnu Hadjar ditahan dan dijatuhkan hukuman mati atas perbuatan makarnya pada 23 Maret 1965 (esi.kemendikbud.go.id, 2023).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)