Peristiwa RMS (Republik Maluku Selatan)
Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan tanggal 25 April 1950 oleh Johanes Herman Manuhutu, dengan penaikan bendera RMS. Adapun naskah proklamasi RMS menyatakan bahwa “Kemerdekaan Maluku Selatan de fakto dan de jure berbentuk republik lepas dari segala perhubungan ketatanegaraan Negara Indonesia Timur dan Republik Indonesia Serikat.” Johanes Herman Manuhutu memproklamasikan RMS atas kehendak Dr. Soumokil.
Berita tentang proklamasi RMS dikirim kepada Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan disiarkan ke berbagai negara seperti Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.
Soumokil
Pemberontakan RMS didalangi oleh mantan jaksa agung NIT (Negara Indonesia Timur), Soumokil yang bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebelum RMS diproklamasikan, Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap NKRI untuk memisahkan wilayah Maluku. Di sisi lain, menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap NKRI diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil.
Kabinet RMS
Para pemimpin RMS, yakni Dr. Soumokil, Dr. Patirajawane, Ir. Manusama, Johanes Herman Manuhutu, Pesuwarissa, Tahapary, Samson dan Tamoela bersidang dan menyusun kabinet RMS sebagai berikut :
Johanes Herman Manuhutu sebagai presiden, D. J. Gasperz sebagai Menteri Dalam Negeri, Dr. Pairajawane sebagai Menteri Kesehatan, Norimarna sebagai Menteri Perekonomian, R. Lokollo sebagai Menteri Urusan Makanan, Dr. Soumokil sebagai Menteri Dalam Negeri, J. Toule sebagai Menteri Kehakiman, H. Pieterz sebagai Menteri Perhubungan, D. Z. Pesuwarissa sebagai Menteri Keuangan, dan N. Nanlohy sebagai Menteri Pertahanan.
Pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Manuhutu sebagai Presiden RMS. Pada 9 Mei 1950, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dengan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson sebagai panglima tertinggi, sersan mayor Pattiwale sebagai kepala staf dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti sistem dari KNIL.
Kedudukan RMS
Kedudukan RMS menurut Konstitusi RIS adalah sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Timur (NIT). NIT sendiri merupakan bagian dari RIS. Karena itu pemerintah RIS menginstruksikan supaya proklamasi RMS dibatalkan.
Pemerintah NIT segera melaporkan proklamasi RMS kepada pemerintah RIS di Jakarta. Pemerintah RIS menegaskan bahwa berdirinya RMS merupakan tindakan melawan pemerintah yang sah.
Penyelesaian Gerakan RMS
Pemerintah RIS mengirim utusan ke Ambon. Utusan tersebut dipimpin oleh Dr. Leimena, dengan anggota Ir. Putuhena, Pellupessy, dan Dr. Rehatta. Pada tanggal 28 April 1950, utusan ini mulai menyampaikan seruannya untuk mengadakan pembicaraan, tetapi ditolak oleh RMS.
Pada tanggal 12 dan 13 Juni 1950 di Semarang diadakan Konferensi Maluku, yang dihadiri oleh wakil-wakil rakyat Maluku di seluruh Indonesia. Salah satu hasilnya adalah membentuk misi persaudaraan yang terdiri dari atas Domine Siahaja, Sapulete, J. Ferdinandus, J. Tamasela, dan A. Kailoa. Misi ini dikirim ke Ambon untuk menyadarkan pihak RMS agar kembali kepada hukum sah yang berlaku di negara RIS. Misi ini gagal.
Operasi Militer
Pemerintah RIS melakukan gerakan operasi militer yang dimulai dari tanggal 14 Juli 1950 sesuai dengan Surat Perintah Operasi Panglima TT VII, Kolonel A. E. Kawilarang. Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur.
Dalam operasi di Maluku Selatan ini banyak anggota pasukan kedua pihak yang gugur. Dari pihak RIS gugur pula Mayor Abdullah Komandan Yon 711 dan lain lain (Yety, ENI Vol. 14, 2004 : 176).
Operasi-operasi militer terus dilaksanakan sampai akhirnya Dr. Soumokil menyerah pada tanggal 2 Desember 1963. Pada tanggal 4 Desember 1963 ia mengeluarkan pernyataan yang pada intinya menegaskan bahwa sejak peristiwa yang terjadi tanggal 2 Desember 1863 itu, riwayat RMS telah berakhir.
Dalam kenyataannya, tidak semua pengikut RMS bersedia mengikuti imbauan Soumokil. Para pengikut yang menamakan dirinya Para Patriot Gerilya RMS tetap melakukan gerakannya. Demikian juga kelompok yang menamakan dirinya Perwakilan Pemerintah RMS di Belanda tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk kemerdekaan RMS. Hal itu tidak mengherankan karena pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Soumokil akhirnya dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati.
Komentar
Posting Komentar