Kerajaan Gelgel hingga Bima

Bali dan Nusa Tenggara.
Sampai abad ke-18 Bali absen dari campur tangan VOC meskipun tetap terpengaruh atas kehadiran orang-orang Belanda tersebut.

Sebelum tahun 1650 Bali masih dikuasai Raja Gelgel dan menjadi pengekspor kapas, beras, babi dan ternak lainnya serta unggas. Sejarah Dinasti Gelgel di Bali dituturkan dalam naskah Babad Dalem atau Pamancangah. Babad dimulai dengan cerita gaib asal muasal Bali, seluk beluk penaklukan Majapahit, dan pemerintahan raja raja Gelgel mulai dari Kresna Kapakisan sampai Di Made. Kekayaan beberapa mentri dan pegawai istana yang membantu Kresna Kapakisan ke Bali juga dirincikan dalam Babad. Silsilah Babad Dalem (Cerita Raja-raja) disatukan dalam beberapa babad lainnya yang menjadi pedoman keluarga raja Bali menelusuri silsilah mereka. Babad Dalem terbuat dari lempengan daun lontar yang diikat bersama, kini menjadi koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda (Helen Creese, 2002:78).

Kekuasaan Dinasti Gelgel meluas mencakup Jawa Timur hingga Pasuruan dan pulau pulau yang berdekatan seperti Lombok dan Sumbawa.
Tapi kemudian Bali menjadi sekumpulan kerajaan yang guncang dan berperang satu sama lain. Aliansi di antara mereka seringkali mengalir searah aliran irigasi. Hal itu terjadi karena ekonomi mereka bertumpu pada pertanian di sawah dan keluarga bangsawan turut serta dalam pembangunan dan pemeliharaan sistem irigasi.

Kehadiran VOC di Batavia menciptakan pasar baru yang besar untuk perbudakan. Para raja Bali saling bersaing menjadi eksportir manusia dan menjadi kaya dengan menjual para tahanan, para debitur dan terutama tawanan perang mereka.
Buleleng di Bali Utara menjadi kerajaan utama di pulau itu dan menaklukkan Blambangan di ujung timur Jawa. Keturunan Gelgel memerintah di Klungkung dengan gelar Dewa Agung dan dipandang senior oleh para raja Bali yang lain.
Mengwi muncul sebagai kekuatan utama di Bali Selatan. Mengwi berperang melawan Gianyar dan membuat Mengwi berjaya . Karena banyaknya ancaman, Raja Mengwi Gusti Agung Made Alengkajeng banyak menghabiskan waktunya di Blambangan. Pada tahun 1733 ia menang atas Dewa Anom dari Gianyar pada pertempuran di Buleleng yang melibatkan sekitar 12.000 prajurit.
Namun konflik dan intrik terus terjadi di Mengwi, akhirnya Raja Mengwi Cokorda Wungu harus melepas Blambangan kepada VOC dan sebagian Buleleng dilepas kepada Karangasem. Lepasnya Blambangan memutus harapan untuk sampai ke Majapahit yang mereka yakini sebagai asal usul mereka.

Sementara itu sejak tahun 1680 kerajaan Karangasem di Bali Timur memerangi Sumbawa dan Sulawesi demi menguasai Lombok. Pada tahun 1740 kekuasaan Karangasem atas Lombok telah aman. Di Lombok bagian barat, Karangasem membangun enam kerajaan Bali pendukung utama budaya Jawa-Bali.

Portugis membangun benteng di Kupang (Timor) tapi kemudian meninggalkannya. VOC tiba di Timor pada tahun 1613 dan menduduki Kupang tahun 1653. Dalam usahanya menguasai kayu cendana VOC menghadapi saingan berat dari orang-orang Portugis hitam atau masyarakat Topas, suatu kelompok penduduk Kristen berdarah campuran yang berbahasa Portugis dan berpangkalan di Flores. Pada tahun 1749 orang orang Topas melakukan serangan terhadap Kupang tapi dapat digagalkan. Portugis mengundurkan diri ke Timor Timur sehingga para perwira VOC dan sekutu mereka bisa bertindak leluasa di Timor Barat. Sayang hanya sedikit kayu cendana bisa didapat lagipula VOC sedang mengalami kemunduran.
Belanda membuat persekutuan dengan kekuatan lokal. Pada tahun 1681 VOC menyerang Roti yang dijadikan basis perbekalan dan sumber budak.
Pada abad ke-18 orang-orang Roti mengambil keuntungan dari kehadiran VOC. Mereka berangsur-angsur memeluk agama Kristen yang memberi status sosial lebih tinggi, kebebasan dari perbudakan dan dukungan VOC (Ricklefs).

Pada tahun 1729 penguasa Roti yang pertama sudah memeluk agama Kristen. Dia meminta VOC memberi guru-guru sekolah. Pada tahun 1765 orang Roti sudah bisa mengambil alih pengelolaan sekolah-sekolahberbahasa Melayu tersebut. Rakyat Roti menciptakan suatu bentuk kekristenan lokal yang ditunjang sistem sekolah mereka sendiri. Dengan demikian penduduk Roti menjadi elite terpelajar di wilayah ini.

Setidaknya sejak abad ke-15 telah berdiri kerajaan Bima di ujung Pulau Sumbawa dan berkuasa hingga Fores dan Sumba. Tercatat seorang raja pra Islam bernama Dewa Maja Paruwa. Setelah Islam tercatat nama raja Syafiuddin, sultan ke-9 dari dinasti Dewa Dalam Bawa. Raja inilah yang pertama kali ditasbihkan dengan menggunakan mahkota Songko Mas Sangajikai (Mahkota Mas Raja), mahkota terbuat dari emas dengan taburan 700 butir intan dengan berat nyaris 2 kg. Mahkota yang melambangkan ajaran dou la-o dana na (raja memperjuangkan rakyat dan negaranya) merupakan salah satu pusaka dari tiga pusaka. Pusaka lainnya adalah keris dan payung kerajaan. Pusaka pusaka inilah yang mensahkan seseorang menjadi raja, sangaji atau sultan. Mahkota emas berwarna kemerahan dibuat oleh pengrajin emas Bima dengan dipengaruhi perajin emas Bali. Meskipun demikian bentuk mahkota menunjukkan adanya pengaruh Bugis (Jessup H, Court Arts of Indonesia, 260-261 dalam Jane Drakard, 2002:66).

Kekayaan kerajaan Bima diperoleh dari posisi strategisnya di jalur laut yang menghubungkan pulau rempah rempah Maluku dengan kerajaan-kerajaan besar di Jawa dan Sumatra. Posisi ini membuat Bima tak luput dari penjajahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan