Samudra Pasai Pusat Penyebaran Islam Nusantara
Meskipun dikenal sebagai Pasai dalam naskah Melayu dan laporan Portugis, kota bandar ini disebut Samudra oleh pedagang India, dan akhirnya nama ini dipakai untuk seluruh Pulau Sumatra, begitu menurut Alfian. Kekuasaannya meliputi sebagian besar pantai utara Sumatra termasuk Barus di pantai barat dan Ramni di ujung utara Sumatra. Pada abad ke-13 Samudra Pasai menjadi negara Islam pertama di Sumatra bahkan di Nusantara dan menjadi pusat perdagangan internasional pertama pengekspor sutra dan kemudian lada.
Pada abad ke-14 Pasai merupakan bandar yang berkuasa di Selat Malaka di mana pedagang India dari Gujarat, Bengal dan India Selatan serta pedagang dari Pegu, Siam dan Birma berbaur dengan para pedagang dari Cina, Arab, Persia dan Jawa. Pedagang Jawa mendapat hak istimewa dibebaskan dari bea dan cukai. Mereka membawa beras ke Pasai dan pulangnya membawa lada.
Raja Prameswara dari Malaka bersekutu dengan Pasai pada tahun 1414 dan masuk Islam serta mempersunting putri Pasai.
Setidaknya tiga kali Cheng Ho datang ke Pasai dan dua utusan Pasai dikirim ke Cina. Catatan Dinasti Yuan mencatat bahwa Pasai juga mengirim utusan ke Quilon di India Barat (1282) sepuluh tahun sebelum Marco Polo mendarat di Perlak.
Pasai mengekspor 15.000 bahar lada per tahun, di samping sutra kamper dan emas. Pasai belajar dari orang Cina bagaimana caranya membuat sutra. Samudra Pasai juga mengeluarkan mata uang dirham berupa uang logam emas. Dirham itu dicetak di awal pemerintahan Sultan Muhammad (1297-1326). Dirham itu selanjutnya diperkenalkan ke Malaka. Pada dirham ditulis frasa " al sultan al adil". Kata adil diambil oleh para Sultan Pasai dari Al Qur-an (16:90):
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." Ketebalan dirham 10 mm berat 0,60 gram mutu 20 karat (J. Hulshoff Pol, The Gouden Munten van Noord Sumatera, 1927:9).
Kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting di Selat Malaka tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa serta sastra Melayu. Para pedagang Gujarat, Persia dan Arab menyebarkan agama Islam. Syair syair berbahasa Arab bisa ditemukan pada batu batu nisan Sultan Malik al Saleh (Merah Silau) yang berisi pesan mengenai kefanaan dunia. Syair yang sama bisa dijumpai pada batu nisan Sultan Mansur Syah dari Malaka dan Sultan Abdul Jamil dari Pahang, menandakan pengaruh kuat Pasai pada negara-negara tetangganya.
"Ketahuilah bahwa dunia mudah hancur/ Dunia tidak abadi / Ketahuilah bahwa dunia seperti sarang laba-laba / Dianyam oleh laba-laba /Ketahuilah bahwa apa yang kaucapai di dunia akan mencukupi kebutuhan / Manusia yang mencari kekuatan/ Hidup di dunia tidak lama / Semua makhluk akhirnya mati."
Makam terindah di Pasai adalah makam Ratu Nahrasiyah yang wafat tahun 1428. Setelahnya ada makam Pangeran Abdullah dari dinasti Abbasiyah, Bagdad yang wafat di Pasai tahun 1407, dan makam Na'ina Husam al Din keturunan Iran yang meninggal tahun 1420.
Pada makam Na'ina ditulis syair berbahasa Parsi dengan huruf Arab dan merupakan satu satunya syair berbahasa Parsi di Asia Tenggara. Syair dikutip dari Gullistan dan Bustan karya Syaikh Muslih al din Sa'di.
Karena indahnya syair tersebut, saya kutipkan di sini :
"Tahun-tahun tak terhingga telah melewati bumi, sedang air musim semi pun mengalir dan angin barat bertiup sepoi-sepoi / Hidup ini adalah sekelebat dari hari-hari yang dilalui manusia, mengapa banyak orang mekewati bumi dengan pongah ? / Oh teman ! Bila engkau melewati pemakaman musuhmu, janganlah bersorak kegirangan, karena peristiwa ini juga akan kau alami ! / Debu akan menusuk tulang-tulangmu, dengan mata yang kurang peka, seperti kotak surma yang dapat ditusuk oleh tutiya / Barang siapa melewati bumi kini dengan sombong seraya mengangkat sarung, keesokan hari tubuhnya akan hilang bagai debu / Dunia merupakan lawan yang kejam dan kekasih tak setia; saat dunia berlalu, meski apa pun yang akan terjadi, biarkan saja ia berlalu tanpa diganggu / Ini keadaan tubuhmu di bawah tanah; siapa saja yang datang pada kehidupan yang begitu berarti, ke manakah ia akan menuju ? / Tiada percaya diri di bawah naungan tenda amal, Sa'di hanya di bawah bayang kebaikan Tuhan / Ya Tuhan ! Jangan ambil budak tanpa daya, karena hanya dari Engkaulah bertumbuh kemurahan hati, dan dari manusia hanya kesalahan."
Pengaruh Pasai tidak hanya merambah ke Aceh dan Sumatra bagian utara tetapi juga ke Semenanjung Malaya dan Jawa. Ulama Pasai mengislamkan Patani (Siam), Pasai juga dianggap penasihat keagamaan Malaka. Bahkan Sunan Gunung Jati pendiri Cirebon dan Banten dipercaya berasal dari Pasai.
Pasai kehilangan marwahnya pada pertengahan abad ke-15 ketika kesultanan Malaka mengambil alih kekuasaan atas Selat Malaka dan dikacaukan Portugis. Pasai kemudian terhisap kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520. Warisannya diteruskan dan dikembangkan di Aceh (Reid, ed., Indonesian Heritage Sejarah Modern Awal, 2002: 49).
Komentar
Posting Komentar