Kerajaan Islam Di Pantai Utara
Kelahiran kerajaan Islam ini menandai senjakala di langit Majapahit yang pernah menjadi imperium di Nusantara. Tapi arus perubahan yang datang dari Glagahwangi yang kemudian bernama Demak tak bisa dibendung. Dari sinilah proses penyebaran agama Islam di pulau Jawa bermula. Raden Fatah tidak sendirian. Ia didukung orang orang suci yang dikenal sebagai Wali Sanga (Sembilan Orang Suci) meski jumlahnya lebih dari sembilan.
Demak merupakan kerajaan maritim dan basis perekonomiannya
Raja Demak pertama dikatakan merupakan anak tiri Ario Damar dari Palembang. Ibu dari Raden Fatah sebelumnya adalah istri Raja Majapahit yang berasal dari Campa.
Pada masa raja ketiga yang bernama Trenggana (1624-1547), Demak menjadi sebuah kesultanan. Trenggana bergelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa ini Mesjid Demak dibangun dan kekuasaannya diperluas ke barat dan ke timur.
Ke barat Demak mengirim salah seorang Wali bernama Sunan Gunungjati untuk merebut dan menguasai Cirebon, Sunda Kelapa dan Banten dari Pajajaran agar tidak jatuh ke dalam pengaruh Portugis. Penaklukan Sunda Kelapa dan merubahnya menjadi Jayakarta dijadikan penanda kelahiran kota Jakarta. Ke timur Demak memerangi Majapahit dan membawa peralatan keraton ke Demak.
Konflik internal terjadi akibat serangkaian suksesi yang menimbulkan kekacauan. Aria Penangsang dari Jipang atas dukungan Sunan Kudus menuntut tahta Demak dan dapat dipatahkan oleh Hadiwijaya, adipati Pajang, yang kemudian menjadi Sultan Demak. Pusat kekuasaan dipindahkan dari Demak ke Pajang, sekitar Boyolali sekarang (Masyhuri).
Cirebon menjadi sebuah kesultanan yang berdiri sendiri sejak Demak runtuh dan Pajang muncul. Itu berlangsung hingga masa Mataram. Raja Mataram bahkan mengawini putri Panembahan Ratu, cucu Sunan Gunung Jati. Hubungan di antara memburuk sejak tahun 1628. Kala itu Mataram menyerbu Jayakarta yang diubah menjadi Batavia oleh VOC, dibantu oleh Cirebon. Setelah Mataram gagal, banyak orang Cirebon pindah ke Banten dan ini dianggap sebagai pemberontakan oleh Sultan Agung. Saat itu Banten belum tunduk pada Mataram dan Banten pada saat itu membantu Surabaya dalam konflik Mataram-Surabay a (1620-1625). Cirebon diserbu dan ditaklukan Mataram dan harus membayar upeti kepada Mataram.
Tahun 1681 Cirebon harus menandatangani perjanjian dengan VOC. Tahun 1705 Cirebon diserahkan sepenuhnya oleh Sultan Paku Buwono I kepada VOC sebagai imbalan merebut tahta Mataram. Cirebon menjadi sebuah karesidenan. Sejak saat itu Cirebon dieksploitasi VOC dan mengalami 10 kali mala petaka kelaparan dan penyakit yang hebat. Huru hara timbul tahun 1768. Orang-orang Cina menjadi sasaran dan diusir dari Cirebon. Puncaknya adalah pemberontakan tahun 1804 sampai 1809 (Graaf, Pigeaud, Sulendraningrat
Banten menjadi sebuah kesultanan sejak Demak mengalami kemunduran. Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati yang pindah ke Cirebon, melakukan perluasan kekuasaan. Pada masa Sultan Maulana Yusuf (1570-1580) Pajajaran ditaklukkan. Daerah kekuasaan Banten pada waktu itu meliputi Lampung, Jayakarta dan daerah yang dulu dikuasai Pajajaran. Perdagangan internasional Banten maju, antara lain dengan Turki, Inggris, Perancis, Filipina, Macao, Parsi dan Donggala.
Orang-orang Belanda datang pertama kali di Banten tahun 1596 dan tahun 1603 mendirikan kantor di sana. Persaingan terjadi dan kadang berakhir dengan pertikaian. Belanda merebut Jayakarta tahun 1619.
Kehadiran Sultan Ageng Tirtayasa di tampuk kekuasaan tahun 1651 yang sangat anti Belanda membuat ketenangan selama 30 tahun koyak. Hubungan Banten - Batavia (Jayakarta) memanas. Konflik Sultan Ageng dengan Sultan Haji, putranya, dimanfaatkan Belanda. Sultan Haji naik tahta dan Sultan Ageng ditangkap. Perjanjian dengan Belanda tahun 1682 mengakhiri kemerdekaan Banten. Banten benar benar dihapus sama sekali pada masa Raffles (1811-1816). Sultan Mahmud ditangkap dan Banten diperintah langsung oleh Inggris dari Batavia.
Komentar
Posting Komentar