Malaka Pelabuhan Transito Indonesia Yang Terbesar

Kerajaan ini memiliki posisi penting sebagai perantara setelah Majapahit runtuh dan timbulnya negara negara baru di Nusantara.

Pada awal abad ke-15 pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara berkurang. Pada waktu yang sama berdiri suatu negara perdagangan Melayu baru. Sejarahwan menduga ada seorang Pangeran dari Palembang bernama Parameswara meloloskan diri dari serangan Majapahit dan tiba di Malaka (1400). 

Prameswara awalnya beragama Hindu-Buda kemudian masuk Islam dan menganti nama menjadi Iskandar Syah. Ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai.

Dengan bersekutu dengan orang laut, perompak pengembara di Selat Malaka dia berhasil membuat Malaka menjadi pelabuhan internasional yang besar dan memaksa kapal kapal yang lewat untuk singgah. Ini adalah contoh negara pelabuhan transito Indonesia yang menguasai Selat Malaka, salah satu trayek yang paling menentukan dalam perdagangan internasional yang membentang dari Cina dan Maluku di timur sampai Afrika Timur dan Laut Tengah di barat (Ricklefs).

Merasa terancam oleh Siam, Malaka meminta perlindungan Cina. Setelah tiga raja mereka ke Cina, armada-armada Cina secara besar-besaran mengunjungi Malaka di bawah pimpinan Cheng Ho (1434). Kerajaan ini menguasai semenanjung Malaya bagian selatan dan pantai timur Sumatra bagian timur yang menghasilkan bahan pangan, timah, emas dan lada sehingga meningkatkan kemakmuran dan posisi strategisnya.

Trayek trayek perdagangan Malaka yang dicatat oleh Tome Pires adalah sebagai berikut : Malaka - pantai timur Sumatra; Malaka - Sunda; Malaka - Jawa Tengah dan Jawa Timur; Jawa Barat - pantai barat Sumatra; Jawa Tengah/Timur - Sumatra Selatan; Jawa - Bali, Lombok, Sumbawa ; Bali, Lombok, Sumbawa - Timor, Sumba; Timor, Sumba - Maluku; Jawa dan Malaka - Kalimantan Selatan; Sulawesi Selatan - Malaka, Jawa, Brunei, Siam, Semenanjung Malaya.

Adapun komoditas yang diperdagangkan bermacam macam : emas, kapur barus, lada, sutra, damar dan hasil hutan lainnya, madu, lilin, tir, belerang, besi, kapas, rotan, beras dan bahan pangan lainnya, asam Jawa, pinang, air mawar, batu-batuan semi permata, pala, cengkih, intan, budak, tekstil India Jawa Sumbawa, barang-barang Cina dan jung (kapal besar).

Penduduk Malaka paling banyak adalah orang Jawa. Yang dimaksud adalah orang Jawa pesisir yang Muslim. Orang Portugis mengenal mereka sebagai ahli pertukangan, kebiasaan berdagang mereka, watak angkuh mereka, hierarki sosial berdasar kekayaan dan besarnya jumlah budak yang dimiliki oleh para pemimpin. Ada tokoh dari Jawa yang dikenal sebagai Utimutiraja (Utama di Raja) awalnya miskin ketika datang di Malaka, memperoleh kemakmuran dengan giat berdagang dan menjadi kaya raya, memiliki 8000 budak yang antara lain adalah pembuat perahu, dan menguasai perdagangan beras (Albuquerque 1557:151).

Pada tahun 1511 Malaka direbut oleh raja muda Portugis Alfonso d'Albuqurque. Mereka juga merampas 3000 pucuk senjata artileri Malaka yang banyak diimpor dari India, Timur Tengah, Eropa dan Cina termasuk yang mereka buat sendiri.

Sultan Mahmud Syah dibantu Dipati Unus dari Demak sekitar tahun 1512 melancarkan serangan terhadap Portugis yang telah merebut Malaka. Dipati Unus memimpin suatu pasukan terdiri dari 100 kapal dan 5000 prajurit dari Jepara dan Palembang. Kapal kapal dari Demak berukuran besar sehingga kurang lincah menghadapi kapal kapal Portugis yang berukuran lebih kecil. Hanya beberapa saja yang bisa selamat kembali ke Demak. Sejak saat itu kapal-kapal Jawa menjadi lebih kecil.

Sultan Mahmud meninggalkan ibu kota negaranya yang telah dikalahkan orang Portugis. Setelah beberapa kali berpindah tempat akhirnya berhasil menegakkan dinasti Malaka di Johor. Portugis menyerang Johor berkali kali dari tahun 1513 - 1537. Sebaliknya Johor, Aceh dan Demak berusaha menghancurkan pelabuhan baru milik Portugia dari tahun 1513 hingga 1629 tetapi semuanya dapat dipukul mundur.

Belakangan terjadi aliansi Johor - Portugis melawan Aceh. Kemudian Johor - VOC melawan Portugis dan Portugis bisa diusir dari Malaka pada tahun 1641.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan