Dari Pajang Sampai Mataram
Pada pertengahan abad ke-16 muncul dua kekuatan di wilayah pedalaman Jawa Tengah : Pajang dan Mataram (sekarang menjadi Surakarta dan Yogyakarta). Dengan demikian dominasi negara pantai seperti Demak dalam politik Jawa berakhir.
Tentang kerajaan Pajang sejarahwan dari Universitas Monash, Ricklefs, hanya menulis satu paragraf saja dari bukunya . Ia berkata bahwa kerajaan Pajang sebagai pengganti berikutnya dalam garis legitimasi yang mengalir dari Majapahit melalui Demak ke Pajang dan mencapai puncaknya pada dinasti Mataram. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pada abad ke-15 sebuah negara Hindu yang disebut Pengging ditaklukkan oleh Sunan Kudus. Seorang keturunan Pengging bernama Jaka Tingkir (Mas Karebet) yang menjadi menantu Sultan Trenggana dari Demak diutus untuk memerintah Pajang sebagai vasal Demak di atas Pengging yang telah diruntuhkan. Jaka Tingkir (dinamakan Jaka Tingkir karena diasuh oleh Ki Ageng Tingkir sahabat ayahnya) dilantik menjadi Sultan Pajang oleh Sunan Kudus.
Tentang kerajaan Pajang sejarahwan dari Universitas Monash, Ricklefs, hanya menulis satu paragraf saja dari bukunya . Ia berkata bahwa kerajaan Pajang sebagai pengganti berikutnya dalam garis legitimasi yang mengalir dari Majapahit melalui Demak ke Pajang dan mencapai puncaknya pada dinasti Mataram. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pada abad ke-15 sebuah negara Hindu yang disebut Pengging ditaklukkan oleh Sunan Kudus. Seorang keturunan Pengging bernama Jaka Tingkir (Mas Karebet) yang menjadi menantu Sultan Trenggana dari Demak diutus untuk memerintah Pajang sebagai vasal Demak di atas Pengging yang telah diruntuhkan. Jaka Tingkir (dinamakan Jaka Tingkir karena diasuh oleh Ki Ageng Tingkir sahabat ayahnya) dilantik menjadi Sultan Pajang oleh Sunan Kudus.
Sumber lain menyebutkan bahwa ketika Sultan Demak mangkat tahun 1546, Sultan Pajang yang masih muda itu mengambil alih kekuasaan dengan dukungan Sunan Kalijaga. Setelah membunuh Aria Penangsang, Bupati Jipang, kekuasaan Pajang diakui oleh sebagian besar penguasa pedalaman Jawa Tengah.
Raja Pajang memperluas kekuasaan hingga Madiun dan pada tahun 1581 mendapatkan pengakuan sebagai raja Islam dan sultan dari raja-raja Jawa Timur di Keraton Sunan Prapen dari Giri. Bahkan hubungan ini diperkuat melalui perkawinan Panembahan Lemah Duwur dari Aros Baya (Madura) dengan putri Pajang.
Setelah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya mangkat tahun 1582 (ada yang mengatakan dibunuh Panembahan Senopati dalam suatu pertempuran) kedudukannya diserahkan pada putranya Pangeran Benawa yang masih muda dengan kedudukan sebagai raja bawahan Mataram. Awalnya hubungan Pajang-Mataram baik-baik saja, tetapi setelah ada pemberontakan di Pajang terhadap Mataram tahun 1617-1618, Pajang ditindas dan dihancurkan. Raja terakhir Pajang melarikan diri ke Giri dan Surabaya (Sudiyono, 2004)
Mataram.
Mataram pada mulanya merupakan wilayah Pajang. Sultan Hadiwijaya (1550-1582) menghadiahkan Mataram kepada Ki Ageng Pamanahan sebagai balas jasanya terhadap Pajang. Pamanahan membangun pemukiman dan memusatkan kekuasaannya di Plered dengan menaklukkan penguasa setempat dan daerah sekitarnya. Pada tahun 1575 Pamanahan meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar.
Setelah diangkat oleh Sultan Pajang sebagai petinggi Mataram, Sutawijaya meneruskan membangun kekuasaan seperti ayahnya dengan sering mengadakan pesta selamatan politik untuk memperkuat solidaritas pengikutnya. Daerah kekuasaannya pun makin meluas hingga ke Kedu dan Bagelen. Ia pun menundukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.
Setelah tiga tahun berturut-turut Sutawijaya tidak menghadap kepada Sultan Pajang, Pajang memutuskan menyerang Mataram. Dalam serangan itu tentara Pajang bisa dikalahkan Mataram. Pada tahun 1582 Sultan Pajang mangkat. Sutawijaya kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan pusat pemerintahannya
Pada tahun 1589 Mataram menyerang Surabaya tapi Surabaya tak bisa dikalahkan. Selanjutnya Mataram menyerbu Madiun tahun 1590, Kediri dan Jipang tahun 1591, Pasuruan tahun 1598 dan Tuban tahun 1599. Pada tahun 1600 Pati memberontak tetapi dapat ditaklukkan. Jepara Kudus dan Demak tidak berdaya.
Panembahan Senopati mangkat tahun 1601 digantikan putranya Mas Jolang atau Panembahan Krapyak yang meneruskan ekspansi ayahnya. Pada masa kekuasaan Mas Jolang muncul pemberontakan dari kalangan keluarga sendiri yaitu dari Pangeran Puger di Demak dan Pangeran Jagaraga di Ponorogo, yang merupakan orang orang yang ditempatkan oleh Senopati. Kedua pemberontakan itu dapat dipatahkan.
Pada tahun 1613 Raden Mas Rangsang naik tahta menggantikan Panembahan Krapyak. Di tangan Mas Rangsang Mataram mencapai masa keemasannya.
Masa keemasan itu diramalkan dalam sebuah cerita kronik. Dikisahkan Senopati melakukan pemusatan batin melalui samadi dan tapabrata. Ketika ia tidur di atas batu yang dinamakan Sela Gilang, sebuah pulung jatuh di atas kepalanya dan meramalkan kejayaan dan keruntuhan Mataram. Senopati kemudian meminta dukungan Nyai Rara Kidul (Dewi Lautan Selatan) yang akan menjadi pelindung Mataram. Rara Kidul adalah seorang Putri Pajajaran yang diusir dari istana karena menolak kawin dengan pasangan pilihannayahnya . Raja Pajajaran mengutuk putrinya menjadi roh halus yang beristana di dasar laut Samudra Indonesia hingga hari kiamat. Sang putri bertemu dengan Raden Susuruh dan berjanji akan mengabdi kepadanya dan keturunannya yang memerintah Mataram. Senopati melewatkan waktu tiga hari bersama Rara Kidul dan memdapat dukungannya beserta laskar roh halusnya. Senopati juga meminta nasihat Sunan Kalijaga yang menyuruhnya membuat benteng di sekeliling istananya.
Komentar
Posting Komentar