Adam Malik


1.    
Adam Malik salah seorang dari Golongan Trio yang menculik Sukarno Hatta ke Rengasdengklok. Ia bermarga Batubara, dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, anak ketiga dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Haji Abdul Malik, pedagang kelontong  yang berhasil dan termasuk salah seorang terkaya di daerah tersebut. Ibunya bernama Salama.Saat masih kecil, Adam melihat penderitaan rakyat Indonesia yang dipekerjakan pada perkebunan karet, kelapa dan tembakau milik Belanda. Setamat HIS ia belajar agama di pesantren dan ia kemudian mewakili keluarganua menjadi ulama dan dikirim ke Sekolah Agama Parabek (Bukittinggi). Setelah setahun ia dipindahkan ke Sekolah Agama Al-Masrullah di Tanjungpura. Karena bosan dengan sistem pendidikan yang feodal, setelah dua tahun di sekolah agama itu ia kemudian keluar dan membantu ayahnya berdagang di toko keluarga.

Meski sukses berdagang, Malik merasa tidak puas dan kemudian menjadi anggota kepanduan Hisbul Wathan yang bernaung di bawah Muhammadiyah. Ia pun mendirikan cabang Indonesia Muda di Pematang Siantar, kemudian mendirikan cabang Partindo (Partai Indonesia) Pematang Siantar dan menjadi ketuanya. Saat itulah ia mulai berhubungan dengan dunia pers. Ia menulis untuk Pelita Andalas dan majalah milik Partindo.

Setelah Partindo dilarang pemerintah pada tahun 1930-an, Malik berangkat ke Jakarta. Satu-satunya kawan yang dikenalnya adalah Yahya Nasution. Dari Yahya, Malik mengenal cara perlawanan dengan agitasi. Dalam razia besar oleh Belanda terhadap simpatisan Pari (Partai Republik Indonesia), Malik tertangkap dan dipenjara di Struiswijk (L.P. Salemba) di Jl. Percetakan Negara.

Pada tahun 1937, Malik mendidikan kantor berita Antara bersama Albert Manoempak Sipahoetar dan Raden Mas Soemanang Soeriowinoto. Ia mengajak sahabatnya, Pandu Kartawinata bergabung. Malik bisa mengusahakan kantor untuk Antara yaitu di bekas rumah Yahya Nasution di Buitenstijger Straat.

Sejak tahun 1940 hingga 1941, Malik menjadi anggota Dewan Eksekutif Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) yang berdiri di tahun 1937. Ia kemudian ditangkap dan dibawa ke Garut kemudian dikirim ke Nusa Kambangan. Ia baru dibebaskan sejak Jepang datang di Indonesia tahun 1942. Ia kembali mengelola Antara. Ia pun aktif dalam perlawanan bawah tanah bersama para pemuda untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pada saat menjelang proklamasi kemerdekaan, ia termasuk salah seorang eksponen pemuda. Bersama Chairul Saleh dan Soekarno, Malik membentuk “Golongan Trio”. Mereka bertiga inilah yang menculik Sukarno Hatta ke Rengasdengklok dan memaksa kedua pemimpin itu memproklamasikan kemerdekaan Indonesia saat itu juga. Sebagai wartawan , Malik ikut menyebarluaskan penyiaran teks proklamasi.

Saat berada di Yogyakarta, antara tahun 1945-1946, ia menjadi anggota Pasukan Perjuangan. Antara tahun 1945-1947, Malik menjadi Ketua III KNIP, lalu menjadi anggota dewan eksekutif komite tersebut. Pada tahun 1946, ia terlibat dalam peristiwa penculikan Sjahrir, sehingga ia turut ditahan. Masih di tahun 1946, Malik mendirikan Partai Rakyat yang kemudian berfusi dengan partai yang lain membentuk Partai Murba yang dipimpin Soekarni. Malik menjadi Dewan Eksekutif partai tersebut (Soebagijo I.N. dan Sudijono, 2004 : 87-88).

Pada tahun 1956, Adam Malik duduk sebagai anggota DPR. Pada tahun 1959 ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara, sekaligus duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Rusia dan Polandia. Ia tampil sebagai ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan rahasia antara Indonesia dan Belanda tentang penyerahan Irian Barat (Middleburg, Virginia, Amerika Serikat , 1962). Pada tahun 1962 ia juga duduk sebagai anggota Dewan Eksekutif kantor berita Antara. Jabatan lainnya semasa kepresidenan Sukarno adalah Menteri Kordinator Perdagangan (1963) dan Menteri Penerangan Ekonomi Terpimpin (1965). 

Pada tahun 1966 Adam malik ditunjuk menjadi Wakil Perdana Menteri II / Menteri Luar Negeri ad interim. Ia lalu menjabat Menteri Luar Negeri pada Kabinet Ampera II, 1967; Kabinet Pembangunan I, Juni 1968; dan Kabinet Pembangunan II, Maret 1973. Sebagai Menteri Luar Negeri ia mengemban tugas utama memulihkan keanggotaan Indonesia dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mengkahiri konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Dalam masa jabatan itu pula ia terjun langsung dalam pembentukan ASEAN di Bangkok pada tahun 1967; juga berhasil memperjuangkan penangguhan pembayaran hutang luar negeri Indonesia selama tiga puluh tahun.

Adam Malik terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB tahun 1971-1972. Ia dihadapkan pada masalah pelik, antara lain masuknya RRC dalam keanggotaan PBB, Perang India-Pakistan, serta pemilihan Sekjen PBB yang baru. 

Pada bulan Oktober 1977 Adam Malik menjabat ketua DPR/MPR RI. Ia kemudian terpilih sebagai Wakil Presiden RI pada tanggal 23 Maret 1978.
Ia mendapat penghargaan, antara lain Bintang Maha Putra Kelas IV dan Bindang Adhi Pradana Kelas II.

Pernikahannya dengan Nelly dikaruniai lima anak. Pada tahun 1978 Malik menerbitkan otobiografinya berjudul Mengabdi Republik, tiga jilid, diterbitkan oleh Penerbit Gunung Agung, Jakarta. 

Kegemarannya pada keramik, lukisan klasik Cina, serta fotografi tercermin dari koleksinya pada Museum Adam Malik di Jl. Diponegoro 59, Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan