Pangeran Muhammad Noor Gubernur Pertama Borneo
Muhammad Noor, lahir 24 Juni 1901, adalah keturunan keluarga kerajaan di Kalimantan Selatan yang merupakan cucu dari cucu Raja Banjar, Sultan Adam Al Watsiq Billah. Ketika duduk di HBS Surabaya dan THS Bandung (kini ITB), Noor berteman dengan Sukarno. Setamat THS, Noor bekerja di Departement Verkeer & Waterstaat (Perhubungan dan Pengairan), sampai Jepang datang ke Indonesia.
Pada masa penjajahan, Muhammad Noor pernah menjadi wakil Kalimantan dalam Volksraad pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda menggantikan ayahnya, Pangeran Muhammad Ali. Dia menjadi wakil Kalimantan pada periode 1935-1939 dan masuk dalam Nationale Fractie yang dipimpin M. Husni Thamrin. Ia kemudian menjadi anggota Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan kemudian menjadi anggota PPKI.
Gubernur Borneo
Setelah Indonesia merdeka, ia ditunjuk menjadi Gubernur Propinsi Borneo (Kalimantan) seluruhnya oleh Presiden Sukarno. Karena kala itu Kalimantan masih diduduki Sekutu/NICA Belanda, ia berkedudukan di Yogyakarta, ibukota RI. Pada masa itu pula ia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI. Ia juga merupakan tokoh yang mempersatukan pasukan pejuang ke dalam basis perjuangan bernama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan. Pasukan ini berada di bawah pimpinan Hasan Basry.
Pada tahun 1947 Noor pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, lalu membentuk Yayasan Dharma dan menerbitkan mingguan Mimbar Indonesia, pembawa suara kaum Republikein, yang dikemudikan oleh sejumlah tokoh terkenal seperti Dr. Mr. Soepomo, Adinegoro, Mr. Jusuf Wibisono dan lain-lain.
Setelah pengakuan kedaulatan ia diangkat sebagai anggota DPR Sementara RI, lalu pada tahun 1957 diangkat sebagai Menteri PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik) dalam Kabinet Ali II (1956-1957), juga dalam Kabinet Juanda (Karya). Saat menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum, Noor turut meloloskan sejumlah proyek besar dalam membangun Indonesia seperti proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur dan Proyek Sungai Barito. Kini, Waduk Riam Kanan dinamai dengan nama Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.Karena ikut dalam Kabinet Karya, Noor dipecat dari keanggotaan Partai Masyumi.
Pangeran Muhammad Noor wafat di Jakarta pada 15 Januari 1979 dan dikebumikan di TPU Karet Bivak. Namun pada tahun 2010, makam Noor dan istrinya dipindahkan ke Martapura atas kesepakatan keluarga. Dia dan istrinya dimakamkan kembali di kompleks pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer. Oleh pemerintah Noor diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2018 ( Soebagijo I.N., 2004 :181-182; Hadi dan Chairunnisa, Tempo.com, Kamis, 8 November 2018).
Pada masa penjajahan, Muhammad Noor pernah menjadi wakil Kalimantan dalam Volksraad pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda menggantikan ayahnya, Pangeran Muhammad Ali. Dia menjadi wakil Kalimantan pada periode 1935-1939 dan masuk dalam Nationale Fractie yang dipimpin M. Husni Thamrin. Ia kemudian menjadi anggota Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan kemudian menjadi anggota PPKI.
Gubernur Borneo
Setelah Indonesia merdeka, ia ditunjuk menjadi Gubernur Propinsi Borneo (Kalimantan) seluruhnya oleh Presiden Sukarno. Karena kala itu Kalimantan masih diduduki Sekutu/NICA Belanda, ia berkedudukan di Yogyakarta, ibukota RI. Pada masa itu pula ia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI. Ia juga merupakan tokoh yang mempersatukan pasukan pejuang ke dalam basis perjuangan bernama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan. Pasukan ini berada di bawah pimpinan Hasan Basry.
Pada tahun 1947 Noor pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, lalu membentuk Yayasan Dharma dan menerbitkan mingguan Mimbar Indonesia, pembawa suara kaum Republikein, yang dikemudikan oleh sejumlah tokoh terkenal seperti Dr. Mr. Soepomo, Adinegoro, Mr. Jusuf Wibisono dan lain-lain.
Setelah pengakuan kedaulatan ia diangkat sebagai anggota DPR Sementara RI, lalu pada tahun 1957 diangkat sebagai Menteri PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik) dalam Kabinet Ali II (1956-1957), juga dalam Kabinet Juanda (Karya). Saat menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum, Noor turut meloloskan sejumlah proyek besar dalam membangun Indonesia seperti proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur dan Proyek Sungai Barito. Kini, Waduk Riam Kanan dinamai dengan nama Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.Karena ikut dalam Kabinet Karya, Noor dipecat dari keanggotaan Partai Masyumi.
Pangeran Muhammad Noor wafat di Jakarta pada 15 Januari 1979 dan dikebumikan di TPU Karet Bivak. Namun pada tahun 2010, makam Noor dan istrinya dipindahkan ke Martapura atas kesepakatan keluarga. Dia dan istrinya dimakamkan kembali di kompleks pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer. Oleh pemerintah Noor diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2018 ( Soebagijo I.N., 2004 :181-182; Hadi dan Chairunnisa, Tempo.com, Kamis, 8 November 2018).
Komentar
Posting Komentar