I Gusti Ketut Pudja Gubernur Pertama Sunda Kecil

I Gusti Ketut Pudja Adalah putra dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jero Ratna Kusuma yang lahir di Singaraja, Buleleng, pada tanggal 19 Mei 1908. I Gusti Ketut Pudja terlahir dari kalangan bangsawan yang membuatnya tidak begitu sulit untuk mendapatkan pendidikan. Hingga pada tahun 1934 ketia dia berusia 26 tahun berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten dari Rechts Hoge School di Jakarta. Pudja akhirnya bekerja di sebuah kantor residen Bali dan Lombok di Singaraja.

Pada zaman Jepang, ia diangkat oleh Kapten Kanamura dari AD Jepang untuk menjalankan kegiatan pemerintahan karesidenan di Singaraja sebagai redjikan dairi. Setelah AD digantikan oleh AL, ia diangkat sebagai giyosei komon (penasihat umum), cookan (kepala pemerintahan Sunda Kecil) sampai zaman kemerdekaan.
Kiprahnya dalam politik nasional mulai terlihat ketika pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Dengan diketua oleh Ir. Soekarno, Pudja terpilih menjadi salah satu anggota PPKI mewakili Sunda Kecil (saat ini Bali dan Nusa tenggara).

Nama I Gusti Ketut Pudja juga terlibat dalam perumusan naskah proklamasi di rumah laksamana Maeda pada tanggal 16 Agustus 1945 hingga esok dinihari. Kemudian esoknya Pudja juga menjadi saksi sejarah terpenting bangsa Indonesia yang terjadi di jalan pegangsaan timur No. 56 Jakarta atau pada rumah Soekarno. Setelah proklamasi kemerdekaan dilangsungkan sehari kemudian PPKI mengadakan rapat yang membahas tentang dasar negara. Untuk itu dibentuklah panitia 9 yang terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A Salim, Achmad Subarjo, Wahid Hasjim dan Muhammad Yamin.

Sebagaimana kita ketahui, sebelumnya pada tanggal 22 Juni 1945 terbentuklah Piagam Jakarta (Jakarta  Charter) yang menghasilkan 5 butir cikal bakal Pancasila, yakni:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan
keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Sebagian masyarakat Indonesia bagian timur termasuk I Gusti Ketut Pudja tidak setuju dengan bunyi sila pertama. Kemudian ia menyarankan agar bunyi butir pertama diganti menjadi ketuhanan yang maha Esa. Akhirnya butir pertama dirubah setelah Moh. Hatta berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, kasman Singodimejo dan Ki Bagus Hadikusumo. Bersamaan dengan ditetapkannya rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada sidang PPKI pertama Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Atau lebih tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945.

Gubernur Pertama Sunda Kecil
Selanjutnya pada tanggal 22 Agustus 1945 Presiden Soekarno mengangkat Pudja menjadi Gubernur Sunda Kecil atau Bali pada saat itu masih disebut Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia Sunda Kecil. Tugas pertamanya sebagi gubernur adalah menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan dan menjelaskan konsep dan struktur pemerintahan pada masyarakat hingga ke pelosok. Selain itu Pudja juga memerintahkan para pemuda untuk melucuti Jepang yang pada saat itu sebagian masih berada di Bali. Namun pada akhir tahun 1945 Pudja sempat ditangkap oleh tentara Jepang.

Pada bulan Maret 1946, ia ditangkap NICA, dengan alasan tidak terjaminnnya keamanan dan ketertiban di Sunda Kecil. Setelah dibebaskan, ia diangkat sebagai anggota Panitia Likuidasi Indonesia Timur dan menetap di Makasar. Jabatan lain yang pernah diemban oleh I Gusti Ketut Pudja adalah sebagai pejabat di Departemen Dalam Negeri.
Awal tahun 1951, ia diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas Keamanan dan sempat menjadi Ketua Badan Pengawas Keungan dari tahun 1960 hingga masuk ke masa purna bakti di tahun 1968, tetapi kemudian diangkat menjadi Pekuneg (Pengawas Keuangan Negara) sampai badan itu dibubarkan.

 I Gusti Ketut Pudja meninggal pada usia 68 tahun atau tepatnya pada tanggal 4 Mei 1977 di Jakarta. Atas jasanya Presiden Soeharto pada saat itu menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputera Utama kepada Pudja dan akhirnya pada tahun 2001 ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 113/TK/2011  ( Askara, Biografi I Gusti Ketut Pudja, Pemerintah Kabupaten Buleleng 7 Maret 2018 berdasarkan artikel pada  http://www.sejarawan.com; Haribowo dalam ENI Vol. 13, 2004 :434).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan