Desascholen (Sekolah Desa)


Untuk rakyat Indonesia dari golongan bawah pemerintah kolonial menyediakan Sekolah Kelas Dua. Namun memperluas pendidikan untuk rakyat banyak merupakan masalah keuangan yang luar biasa dan nyatanya tidak mendapat dukungan penuh pemerintah kolonial bahkan dari pendukung politik etis sekalipun. Menurut hitungan Ricklefs, cost (biaya) yang diperlukan untuk mengurus Sekolah-sekolahKelas Dua untuk seluruh penduduk Indonesia diperkirakan akan menghabiskan dana 417 juta gulden setahun. Biaya ini jauh lebih besar daripada seluruh pengeluaran pemerintah kolonial. Karena alasan keuangan ini maka rencana untuk memperbanyak sekolah-sekolah Kelas Dua pun ditunda.
1. Desascholen.
Pada tahun 1907 van Heutz mendapatkan jawabannya. Desascholen yang juga disebut volksscholen (Sekolah Rakyat) akan dibuka yang sebagian besar biayanya ditanggung oleh penduduk desa sendiri dengan bantuan pemerintah seperlunya. Di sekolah-sekolah yang tidak memungut biaya tersebut akan diterapkan masa pendidikan tiga tahun dan mata pelajaran yang memberikan ketrampilan dasar membaca berhitung dan ketrampilan praktis yang diajarkan dalam bahasa daerah. Ternyata desa desa kurang menyambut gagasan tentang sekolah desa tersebut sehingga pihak Belanda menggunakan perintah halus atau desakan lembut dari atas. Perintah halus merupakan ciri pendekatan pihak Belanda bagi langkah-langkah kesejahteraan desa.
Pada tahun 1912 telah berdiri lebih dari 2.500 Sekolah Desa. Pada tahun 1930 sekitar 40% anakanak Indonesia berumur 6-9 tahun memasuki 9.600 Sekolah Desa meski kebanyakan dengan rasa terpaksa.
2.Standaardscholen.
Pada tahun 1908 Sekolah Kelas Dua menjadi Standaardscholen (Sekolah Standar) yang diperuntukkan bagi mereka yang menggeluti perdagangan atau yang meninggalkan kehidupan desa yang agraris. Orang orang Cina kini memasuki Sekolah Standar yang secara teoretis menjadi sekolah golongan menengah, berada di antara Sekolah Desa golongan bawah dan Sekolah Kelas Satu golongan elite. Ini merupakan penyimpangan dalam sistem pendidikan dan ketika terjadi Depresi tahun 1930, sekolah-sekolah itu diubah menjadi sekolah desa bersama Vervolgscholen.
3.Inlandsche Vervolegscholen.
Pada tahun 1915 pemerintah kolonial mendirikan Inlandsche Vervolegscholen (Sekolah Lanjutan Pribumi) agar para murid pribumi bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4. Schakelschool.
Pada tahun 1921 Schakelschool (Sekolah Sambungan) yang pertama dibuka. Masa pendidikannya lima tahun. Ini merupakan lanjutan dari Sekolah Desa sampai tingkat akhir HIS. Muridnya bisa melanjutkan ke MULO . Sekolah Sambungan tidak begitu penting. Orang Indonesia golongan atas lebih suka menyekolahkan anaknya ke HIS atau sekolah sekolah Eropa. Di sisi lain penduduk desa tidak tertarik pada pendidikan yang lebih tinggi dan jarang yang kuat membayar uang sekolahnya. Pada tahun 1929 sebagian besar Sekolah Sambungan ditutup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan