Masuknya Modernisasi
Pada akhir abad ke-19 Indonesia memasuki modernisasi. Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 memudahkan orang Indonesia mengunjungi Eropa atau tanah suci Mekah. Pada tahun 1880 telah ada kapal api kecil yang secara teratur yang memudahkan orang Eropa mengunjungi Nusantara. Tahun 1860 rel kereta api mulai menggantikan angkutan yang dihela kuda di jalur utama Jawa. Karena kapal api dan kereta api terwujudlah pelayanan pos umum yang teratur dan berjalan dengan prangko pos pra-bayar dan kantor pos di kota besar Jawa pada tahun 1862.
Prasarana industri pabrik gula dan rel kereta api mendukung bandar utara Jawa seperti Semarang dan Surabaya. Pertumbuhan pesat pusat perniagaan kota ini yang didukung jaringan angkutan dan sistem pos mendukung revolusi besar di abad ke-19 berupa kemunculan koran. Pada dasawarsa pertama surat kabar dicetak oleh orang Indo-Eropa dengan orang Cina yang datang menguasai kepemilikan tahun 1880-an, sedangkan pribumi baru mulai memiliki pada abad ke-20.
Ian Proudfoot dari Faculty of Asian Studies, ANU, mengatakan bahwa teknologi percetakan pertama datang ke Hindia Belanda tahun 1659 namun cetakan koran dalam bahasa Indonesia baru muncul pada abad ke-19 oleh markas penginjil Protestan di Straits Settlements (1817), Ambon (1819) dan Batavia (1822).
Pada tahun 1855 diluncurkan surat mingguan Jawa di Surakarta bernama Bromartani oleh orang Indo bernama G.F. Winter. Bromartani memuat berita keagamaan mengenai kelahiran dan kematian, keputusan, penjualan dan pelelangan, dan ketetapan pemerintah bersama artikel tentang pertanian dan dan kutipan sastra.
Pada tahun 1856 di Surabaya terbit Soerat Kabar Bahasa Melaijoe yang merupakan perintis surat kabar komersial dengan berpusat pada iklan, harga pasar terbaru dan informasi perkapalan.
Pada tahun 1861 di Surabaya terbit Bintang Timor yang memberitakan persoalan setempat khususnya sosial ekonomi dan "berita dari surat" yang berhubungan dengan Eropa dan Cina.
Kesegaran pemberitaan terbaru ditingkatkan oleh telegraf. Setelah tahun 1870 surat kabar menerjemahkan berita baru dari kantor telegraf yang dijalankan pemerintah. Surat untuk redaksi menjadi umum. Bahkan pada tahun 1869 Bintang Timor mengundang pembacanya dari berbagai daerah untuk mengirim berita dan artikel untuk ditukar dengan langganan bebas surat kabar tersebut.
Perkumpulan sukarela menampakkan bentuk nyata pada tahun 1872 ketika kelompok priyayi dibentuk untuk membeli dan berlangganan surat kabar Melayu atau Jawa.
Pada tahun 1900 perkumpulan sukarela besar Cina bernama Tiong Hoa Hwe Koan menggunakan surat kabar untuk memperluas keanggotaan. Hal yang sama dilakukan oleh Sarekat Islam pada tahun 1911.
Beberapa surat kabar awal membuat halaman berbahasa Jawa dan juga Melayu. Selompret Melayu yang terbit di Semarang tahun 1860 memberi daftar kata Melayu untuk pembaca Cina. Bahasa Melayu rendah digunakan oleh surat kabar karena bahasa itu digunakan oleh penduduk asli, Cina, Arab dan juga Indo Eropa serta Eropa. Pada tahun 1890 terbit surat kabar dwibahasa Jawa-Melayu di Surakarta dan Yogyakarta.
Pada tahun 1883 penerbit Cina menerbitkan surat kabar dan buku. Mereka menerjemahkan roman sejarah dan klasik Cina dan laporan telegraf mengenai peristiwa di Cina sehingga Perang Cina-Jepang bisa diikuti. Pers juga memuat laporan telegraf mengenai peristiwa Timur Tengah dan Turki termasuk Perang Rusia-Turki sehingga umat Islam merasa terlibat.
Sastra baru berbahasa Melayu pun muncul. Abdullah bin Muhammad al-Misri pada tahun 1823 dan Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1838 menulis kisah perjalanan yang berkisah mengenai orang pertama terhadap orang-orang istimewa, orang-orang kota maupun orang pinggiran pada masyarakat tradisional.
Novel Eropa Robinson Crusoe karya Defou termasuk yang pertama diterjemahkan. Versi Melayunya diterbitkan di Singapura pada tahun 1855 dan Batavia pada tahun 1875. Versi Jawanya terbit tahun 1881. Robinson Crusou memperkenalkan keunggulan orang Kristen melalui penjelajahan dan individualisme.
Prasarana industri pabrik gula dan rel kereta api mendukung bandar utara Jawa seperti Semarang dan Surabaya. Pertumbuhan pesat pusat perniagaan kota ini yang didukung jaringan angkutan dan sistem pos mendukung revolusi besar di abad ke-19 berupa kemunculan koran. Pada dasawarsa pertama surat kabar dicetak oleh orang Indo-Eropa dengan orang Cina yang datang menguasai kepemilikan tahun 1880-an, sedangkan pribumi baru mulai memiliki pada abad ke-20.
Ian Proudfoot dari Faculty of Asian Studies, ANU, mengatakan bahwa teknologi percetakan pertama datang ke Hindia Belanda tahun 1659 namun cetakan koran dalam bahasa Indonesia baru muncul pada abad ke-19 oleh markas penginjil Protestan di Straits Settlements (1817), Ambon (1819) dan Batavia (1822).
Pada tahun 1855 diluncurkan surat mingguan Jawa di Surakarta bernama Bromartani oleh orang Indo bernama G.F. Winter. Bromartani memuat berita keagamaan mengenai kelahiran dan kematian, keputusan, penjualan dan pelelangan, dan ketetapan pemerintah bersama artikel tentang pertanian dan dan kutipan sastra.
Pada tahun 1856 di Surabaya terbit Soerat Kabar Bahasa Melaijoe yang merupakan perintis surat kabar komersial dengan berpusat pada iklan, harga pasar terbaru dan informasi perkapalan.
Pada tahun 1861 di Surabaya terbit Bintang Timor yang memberitakan persoalan setempat khususnya sosial ekonomi dan "berita dari surat" yang berhubungan dengan Eropa dan Cina.
Kesegaran pemberitaan terbaru ditingkatkan oleh telegraf. Setelah tahun 1870 surat kabar menerjemahkan berita baru dari kantor telegraf yang dijalankan pemerintah. Surat untuk redaksi menjadi umum. Bahkan pada tahun 1869 Bintang Timor mengundang pembacanya dari berbagai daerah untuk mengirim berita dan artikel untuk ditukar dengan langganan bebas surat kabar tersebut.
Perkumpulan sukarela menampakkan bentuk nyata pada tahun 1872 ketika kelompok priyayi dibentuk untuk membeli dan berlangganan surat kabar Melayu atau Jawa.
Pada tahun 1900 perkumpulan sukarela besar Cina bernama Tiong Hoa Hwe Koan menggunakan surat kabar untuk memperluas keanggotaan. Hal yang sama dilakukan oleh Sarekat Islam pada tahun 1911.
Beberapa surat kabar awal membuat halaman berbahasa Jawa dan juga Melayu. Selompret Melayu yang terbit di Semarang tahun 1860 memberi daftar kata Melayu untuk pembaca Cina. Bahasa Melayu rendah digunakan oleh surat kabar karena bahasa itu digunakan oleh penduduk asli, Cina, Arab dan juga Indo Eropa serta Eropa. Pada tahun 1890 terbit surat kabar dwibahasa Jawa-Melayu di Surakarta dan Yogyakarta.
Pada tahun 1883 penerbit Cina menerbitkan surat kabar dan buku. Mereka menerjemahkan roman sejarah dan klasik Cina dan laporan telegraf mengenai peristiwa di Cina sehingga Perang Cina-Jepang bisa diikuti. Pers juga memuat laporan telegraf mengenai peristiwa Timur Tengah dan Turki termasuk Perang Rusia-Turki sehingga umat Islam merasa terlibat.
Sastra baru berbahasa Melayu pun muncul. Abdullah bin Muhammad al-Misri pada tahun 1823 dan Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1838 menulis kisah perjalanan yang berkisah mengenai orang pertama terhadap orang-orang istimewa, orang-orang kota maupun orang pinggiran pada masyarakat tradisional.
Novel Eropa Robinson Crusoe karya Defou termasuk yang pertama diterjemahkan. Versi Melayunya diterbitkan di Singapura pada tahun 1855 dan Batavia pada tahun 1875. Versi Jawanya terbit tahun 1881. Robinson Crusou memperkenalkan keunggulan orang Kristen melalui penjelajahan dan individualisme.
Komentar
Posting Komentar