Kamp-kamp Tawanan di Bandung Raya


Pada tulisan kemarin saya sampaikan ke hadapan para sahabat bahwa, Jepang berniat menawan semua orang Eropa, kecuali warga negara sekutu-sekutunya – terutama orang Jerman. Di sisi lain keahlian mereka dibutuhkan untuk menjaga agar industri tetap berjalan. Dalam setahun, nyaris semua orang Eropa ditawan, jumlahnya mencapai sekitar 170.000 orang, terdiri dari 65.000 orang Belanda, 25.000 orang serdadu Sekutu lainnya, dan 80.000 orang warga sipil (termasuk 60.000 wanita dan anak-anak).

Saya belum memperoleh nama kamp-kamp tawanan di seluruh Indonesia, tetapi untuk kota Bandung dan sekitarnya, ada catatan yang cukup lengkap dari Vooskuil (1996) dalam Bandoeng : Beeld van een stad sebagaimana dikutip Bandung Heritage dalam buku Saya Pilih Mengungsi Pengorbanan Rakyat Bandung untuk Kedaulatan.

Setelah pasukan Jepang mendarat di Bandung, pasukan Belanda dijadikan tawanan perang sementara warga sipil Belanda dan Eropa lainnya dijadikan interniran di berbagai kamp tawanan. Kamp tawanan di Kota Bandung dan sekitarnya, antara lain :
1.      Kamp tawanan Bangka di Jalan Bangka, diperuntukkan bagi interniran laki-laki dan pemuda yang berasal dari Jalan  Bangka dan Jalan Cihapit. Dipergunakan antara bulan Januari sampai April 1943.
2.      Kamp tawanan Bantjeuy di Jalan Banceuy, dijadikan tempat tawanan perang dan interniran, baik laki-laki maupun perempuan.
3.      Kamp tawanan Bloeman di sekitar Jalan Cihapit, menampung sekitar 1200 tawanan perempuan dan anak-anak.
4.      Kamp tawanan Dik de Hoog School di Jalan Ciliwung yang menampung 800 interniran laki-laki, digunakan sampai akhir tahun 1942.
5.      Kamp tawanan Muloschool Tjitaroemplein (Sekarang menjadi SMUN 20) di Jalan Citarum, menampung 350 interniran.
6.       Kamp tawanan Kebon Waroe di Jalan Jakarta, khusus untuk interniran perempuan dan anak-anak.
7.      Kamp tawanan Lengkong School di Jalan Lengkong, khusus untuk interniran Inggris dan AS, digunakan antara bulan Juni sampai dengan Agustus 1943.
8.      Kamp tawanan Karees di Jalan Karees, menampung 600 interniran perempuan dan anak-anak.
9.      Kamp tawanan Palace Hotel di Jalan Kebonjati, menampung 850 interniran laki-laki.
10.  Kamp tawanan Pasar Andir di Jalan Waringin, menampung 550 interniran yang kemudian dipindahkan ke Palace Hotel.
11.  Kamp tawanan Rama di Jalan Rama, menampung interniran laki-laki yang sudah tua dan sakit. Kebanyakan interniran Belanda, Inggris, Ambon, Manado dan para kriminal. Kamp ini digunakan antara bulan Desember 1942 sampai dengan Juni 1944.
12.  Kamp tawanan Sukamiskin, di Penjara Sukamiskin. Digunakan khusus untuk para pejabat tinggi Belanda, antara lain Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stackhouwer.
13.  Kamp tawanan Stella Maris di sekitar Jalan Gereja Cina dan Jalan Waringin, menampung sekitar 1000 interniran.
14.  Kamp tawanan Tjihapit di Jalan Cihapit, merupakan kamp tawanan terbesar yang menampung interniran dan tawanan perang dari berbagai lapisan masyarakat.
15.  Kamp tawanan Tjikudapateuh di Jalan Cikudapateuh, menampung 10.000 interniran asal Batavia, Banyubiru dan Semarang.
16.  Kamp tawanan Zelanda School di Jalan Maulana Yusuf, menampung 800 interniran, antara bulan Agustus 1942 sampai dengan Oktober 1943.
17.  Kamp tawanan Sindanglaya.
18.  Kamp tawanan Baros, Cimahi.
19.  Kamp tawanan Treinkamperment, Cimahi.
20.  Kamp tawanan Militair Hospital, Cimahi.
21.  Kamp tawanan Gunung Halu.
22.  Kamp tawanan Pasir Banteng.
23.  Kamp tawanan Gadobangkong.
24.  Kamp tawanan Cicalengka, dan
25.  Kamp tawanan Majalaya (Ratnayu Sitaresmi dkk., 2002 : 34-35).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)