Pemerintahan Hindia Belanda Pindah ke Bandung
Tentara Jepang memperoleh banyak kemajuan di berbagai front di Pasifik. Surabaya, Semarang dan Batavia mulai mendapat giliran serangan udara yang meningkat intensitanya pada bulan Februari 1942. Pada saat itu kekuatan militer Hindia Belanda di Jawa sebanyak tiga divisi (40.000 orang), ditambah tentara Inggris, Amerika dan Australia dibawah pimpinan Brigjen Balckburne dari Australia. Pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) di Jawa Barat dibagi menjadi dua bagian : pertama di bagian barat di bawah Mayjen Schiling dan kedua di bagian timur di bawah Mayjen Pesman. Sementara pasukan KNIL di Jawa Timur di bawah Mayjen Ilgen.
Jenderal Wavell selaku Pimpinan Angkatan Perang Gabungan America, British, Dutch, Australia (ABDA) setelah melihat berbagai kemajuan tentara Jepang, meramalkan Jepang akan dapat mendarat di Pulau Jawa sebelum bulan Februari 1942 berakhir. Pada saat itulah kota Bandung bernilai strategis karena dianggap sebagai benteng terpenting pertahanan Jawa.
Strategi Pertahanan Kontinental
Meskipun Hindia Belanda merupakan kepulauan, akan tetapi Belanda masih mendasarkan strategi pertahanan pada perang kontinental. Dalam strategi ini, tindakan terpenting adalah mempertahankan pulau dengan pusat pemerintahannya. Oleh karena itu, pusat pemerintahan yang ada di pantai harus dipindahkan ke pedalaman untuk menghindari serangan dari laut. Adanya strategi ini menyebabkan pusat pemerintahan harus dipindahkan dari Batavia ke Bandung. Jepang yang datang dari laut akan ditahan selama mungkin di Laut Jawa. Jika akhirnya Jepang berhasil mendarat, diharapkan pasukan Jepang berada dalam keadaan yang lemah sekali sehingga dapat dipukul oleh pasukan KNIL. Bila tentara KNIL dipukul di daerah datar, KNIL akan mundur ke pegunungan Priangan. Teori ini menurut Onghokam mengabaikan faktor ancaman dari udara karena teknologi pesawat terbang pada zaman itu telah jauh berkembang ( Runtuhnya Hindia Belanda, 1989 : 242).
Pusat Pemerintahan Pindah ke Bandung
Pada akhir Februari 1942, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Stakernborgh Stakhouwer pindah ke Bandung. Demikian pula Laksamana Helfrich, selaku Panglima Angkatan Laun, untuk mempermudah koordinasi dengan Panglima KNIL Jenderal Ter Poorten. Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homan menjadi sangat penuh oleh para pejabat Hindia Belanda yang mengungsi.
Pada tanggal 4 Maret 1942 Kota Bandung menjadi penuh dengan mundurnya tentara dari utara dan pemerintahan dari Batavia, sehingga Bandung dinyatakan sebagai kota tertutup. Angkatan udara Jepang berkali-kali mengadakan pengeboman ke Bandung dari lapangan terbang Kalijati, Subang, yang telah dikuasainya pada tanggal 1 Maret 1942.
Menurut Ahmad Wiranatakusumah, gerakan mundur KNIL dari Ciater diliputi kepanikan dan turunnya semangat bertempur. Banyak anggota KNIL membuang senjata dan melepaskan seragamnya di perjalanan. Kesempatan itu digunakan oleh beberapa pemuda untuk memunguti dan menyembunyikan barang-barang buangan itu.
Telegram Dari London.
Pada tanggal 5 Maret 1942, Kabinet Belanda dalam pengasingan di London mengirimkan telegram kepada Gubernur Jenderal Tjarda van Stakernborgh Stakhouwer, yang berisi perintah penyerahan pimpinan ABDACOM (ABDA Command) yang disandangnya sejak 25 Februari 1942 – setelah ada lampu hijau dari Washington – kepada Jenderal Ter Poorten. Dengan demikian Ter Poorten memiliki kewenangan penuh atas tentara ABDACOM.
Pada tanggal 6 Maret 1942, Ter Poorten mengeluarkan perintah kepada tentara sebagai penegasan bahwa di Bandung tidak boleh ada pertempuran. Kemudian Mayjen Pesman bersama Kapten Gerharz berusaha menghubungi Letjen Hitoshi Imamura melalui Kolonel Shoji, Komandan tentara Jepang yang mendarat di Eretan, Indramayu. Dari Shoji diketahui bahwa Imamura ingin bertemu Gubjen Tjarda van Stakernborgh Stakhouwer di Kalijati, Subang, pada Senin pagi, 8 Maret 1942. Semula Jenderal Ter Poorten menolak hadir dalam perundingan itu, tetapi karena markas besar tentara Jepang mengancam akan mengebom Bandung, Gubjen Tjarda van Stakernborgh Stakhouwer memutuskan untuk hadir dengan mengajak Ter Poorten, Kepala Staf Mayjen Bakker, Mayjen Pesman, dan Kapten Gerharz (penerjemah bahasa Jepang).
Keputusan Ter Poorten
Dalam perundingan di Kalijati itu, Ter Poorten menghadapi keadaan dilematis. Di satu pihak ada perintah dari Kabinet Belanda di London untuk tidak menyerah, di lain pihak ancaman Jepang masih berlaku apabila Belanda tidak menyerah kepada tuntutan Jepang. Ter Poorten memutuskan untuk menyerah. Keputusan Ter Poorten untuk menyerah kepada Jepang menghindarkan Bandung dari kehancuran total.
Siaran Perpisahan Radio NIROM
Penyerahan Belanda atas Jepang itu lalu diumumkan melalui Radio NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep Maatschappij) di Bandung, pada hari Senin, 8 Maret 1942, sejak pukul 07.45. Sepanjang hari, Radio NIROM mengumandangkan pengumuman yang berbunyi sebagai berikut :
“Soldaten, vervoegt U, zo geereds Uw uniforms hebt uitgedaan. Onverwijld dat is nu, bij Uw onderdeel anders zijtgij deserteur.” (Para prajurit, walaupun seragam anda telah dilepaskan, segera lapor sekarang juga pada bagianmu. Jika tidak, anda dianggap sebagai desertir).
Sebagai tanda perpisahan, Radio NIROM menutup siaran terakhirnya dengan kata-kata berikut ini :
“Wij sluiten nu. Vaarwel tot betere tijden. Lang leve de Koningin” (Kita akhiri sekarang. Selamat tinggal dan sampai bertemu pada hari-hari yang lebih. Panjang umurlah Ratu).
(Sumber : Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, 1989 : 261-267, dalam Sitaresmi dkk., “Saya Pilih Mengungsi” Pengorbanan Rakyat Bandung untuk Kedaulatan, 2002 : 30-33).
Komentar
Posting Komentar