Majelis Rakyat Indonesia
Untuk melanjutkan usaha ke arah Indonesia Berparlemen, pada
tanggal 13-14 September 1941, GAPI dan organisasi yang tergabung dalam Kongres
Rakyat Indonesia mengadakan konferensi di Yogyakarta. Dalam konferensi ini
Kongres Rakyat Indonesia dibubarkan.
Sebagai gantinya dibentuklah Majelis Rakyat Indonesia (MRI).
Menurut Anggaran Dasarnya, MRI merupakan badan perwakilan
rakyat Indonesia, dengan demokrasi sebagai dasarnya serta kesejahteraan rakyat
sebagai tujuannya. Tugas-tugasnya adalah sebagai perwakilan rakyat, mengadakan
kongres-kongres atau konferensi-konferensi untuk mendengarkan pikiran-pikiran
rakyat, serta mengambil keputusan-keputusan , terutama yang berkaitan dengan
usaha-usaha ke arah Indonesia Berparlemen.
MRI dipimpin oleh Dewan Pimpinan
yang terdiri atas wakil federasi-federasi besar. Mereka yang duduk dalam badan
ini adalah Abikusno Tjokrosujoso, Suhardjo Wirjopranoto, Otto Iskandadardinata,
Mr. Sartono, dan I. J. Kasimo dari GAPI; Wachid
Hasjim, Waonodoamiseno, Dr. Sukiman, K.H.Mas Mansur dan Umar Hubeisj
dari MIAI; Pandji Suroso, Atik Suardi, Mr. Hindromartono, Ruslan Wongsokusumo,
dan Drijowongso dari PVPN.
Pada tanggal 16 November 1941, Dewan Pimpinan yang
beranggotakan 15 orang ini mengadakan rapat anggota dan membentuk pengurus
harian, dengan tiga orang anggota yang bertugas sampai diselenggarakannya Kongres Majelis Rakyat Indonesia pada bulan Mei 1942. Pengurus harian ini
terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara; masing-masing dijabat oleh Mr
Sartono, Subardjo Wirjopranoto, dan Atik Suardi.
Langkah-langkah lebih lanjut ke arah tercapainya tujuan yang
dicita-citakan terhenti karena Perang Pasifik meletus pada tanggal 7 Desember 1941.
Pada tanggal 13 Desember 1941, keluar surat edaran atas nama MRI dan GAPI yang
menyatakan kesetiaan kepada pemerintah dan kesediaan untuk mempertahankan Hindia Belanda, serta mempertahankan ketertiban
dan keamanan. Akibat surat edaran ini, pada tanggal 25 Desember 1941, PSII
menyatakan keluar dari GAPI dan MRI. Abikusno dan teman-temannya menuduh Mr.
Sartono dan Subardjo sebagai pengurus harian sementara Dewan Pimpinan MRI,
bertindak di luar kewenangan yang dimilikinya. Mereka menuduh pengurus harian
mengeluarkan surat edaran tanpa lebih dahulu meminta persetujuan GAPI dan
anggota Dewan Pimpinan lainnya.
Surat edaran tanggal 13 Desember 1941 ternyata tidak
mendapat sambutan bangsa Indonesia. Ketika Jepang menyerbu kepulauan Indonesia
pada tanggal 10 Januari 1942, bangsa Indonesia bersikap pasif. Orang-orang
Belanda dibiarkan bertempur sendiri, sampai keruntuhan dan penyerahan tanpa syarat Hindia Belanda
kepada Jepang (Masyhuri, ENI Vol.
6, 2004 : 137-138).
Komentar
Posting Komentar