Pembersihan Pasukan Belanda dan Sekutu


Meski Belanda telah menyerah, pembersihan pasukan Belanda dan Sekutu serta pengambilalihan pemerintahan memerlukan waktu berbulan-bulan. Kekuatan militer Belanda telah tumbang; hanya ada beberapa gerombolan tentara yang masih bertahan di daerah-daerah terpencil. Kebanyakan rakyat Indonesia tidak memberi bantuan kepada mereka. Di beberapa daerah, rakyat Indonesia malah menyerang serdadu-serdadu dan warga sipil Belanda. Satu-satunya menyelamatkan diri bagi mereka adalah menyerahkan diri kepada pihak Jepang.

Jepang berniat menawan semua orang Eropa, kecuali warga negara sekutu-sekutunya – terutama orang Jerman. Di sisi lain keahlian mereka dibutuhkan untuk menjaga agar industri tetap berjalan. Dalam setahun, nyaris semua orang Eropa ditawan, jumlahnya mencapai sekitar 170.000 orang, terdiri dari 65.000 orang Belanda, 25.000 orang serdadu Sekutu lainnya, dan 80.000 orang warga sipil (termasuk 60.000 wanita dan anak-anak).

Pihak Jepang mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu di Jawa pada bulan Agustus 1943, dan baru setelah itu pengelolanya yang berkebangsaan Eropa ditawan. Dengan demikian komoditi gula yang merupakan sumber pokok pendapatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur menurun. Perkebunan tembakau di Sumatra Timur diubah untuk produksi pangan. Produksi karet tahun 1943  turun menjadi tinggal seperlima dibanding produksi tahun 1941. Di Jawa dan Kalimantan produksi nyaris terhenti sama sekali. Produksi teh tinggal sepertiganya.

Banyak orang Indonesia diangkat untuk mengisi tempat pejabat-pejabat Belanda yang ditawan, tetapi banyak pula pejabat-pejabat Jepang yang diangkat. Kebanyakan pejabat baru Indonesia itu adalah mantan guru. Kepindahan mereka dari sistem pendidikan mengakibatkan merosotnya kualitas pendidikan secara tajam. 

Kondisi di kamp-kamp tawanan sangat buruk. Menurut catatan Ricklefs (2003: 406), sekitar 20% orang Belanda yang menjadi tawanan militer, 13% warga sipil perempuan dan 10% dari anak laki-laki meninggal dunia. Korban yang meninggal di kamp-kamp sipil, 40% adalah laki-laki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan