Ali Sastroamidjojo Ketua Konferensi Asia Afrika
Ali Sastroamidjojo (1903-1976).
Seperti halnya dengan Mr. Ahmad Soebardjo dan Drs. Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo aktif di Perhimpunan Indonesia (PI). Semasa menjadi mahasiswa Universitas Leiden, Belanda, ia aktif dalam pergerakan lewat keanggotaannya dalam PI pada tahun 1923-1928. Karena aktivitas politiknya itu ia ditahan polisi Belanda bersama Mohammad Hatta, Natzir Dt. Pamuntjak dan Abdul Madjid.
Setelah memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum), ia menjadi pengacara di Yogyakarta (1928), kemudian di Madiun (1932-1942). Semasa di Yogyakarta ia menjadi editor mingguan Djanget dan koresponden harian Sedio Utomo selain mengajar di Perguruan Taman Siswa (1928-1929). Pada tahun 1928 ia bergabung dengan PNI pimpinan Sukarno dan menjadi editor majalah Suluh Indonesia Muda. Setelah PNI dibubarkan ia turut mendirikan Partindo (Partai Indonesia).
Seperti halnya dengan Mr. Ahmad Soebardjo dan Drs. Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo aktif di Perhimpunan Indonesia (PI). Semasa menjadi mahasiswa Universitas Leiden, Belanda, ia aktif dalam pergerakan lewat keanggotaannya dalam PI pada tahun 1923-1928. Karena aktivitas politiknya itu ia ditahan polisi Belanda bersama Mohammad Hatta, Natzir Dt. Pamuntjak dan Abdul Madjid.
Setelah memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum), ia menjadi pengacara di Yogyakarta (1928), kemudian di Madiun (1932-1942). Semasa di Yogyakarta ia menjadi editor mingguan Djanget dan koresponden harian Sedio Utomo selain mengajar di Perguruan Taman Siswa (1928-1929). Pada tahun 1928 ia bergabung dengan PNI pimpinan Sukarno dan menjadi editor majalah Suluh Indonesia Muda. Setelah PNI dibubarkan ia turut mendirikan Partindo (Partai Indonesia).
Pada masa kemerdekaan ia ditunjuk sebagai Wakil Menteri Penerangan pada Kabinet pertama Sukarno, Menteri Pengajaran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (1947-1948) dan Kabinet Hatta I (1948-1949).
Dalam perjanjian Renville (1948) ia menjadi wakil ketua delegasi, sedangkan dalam perundingan Roem- Royen dan Konferensi Meja Bundar ia menjadi anggota delegasi RI (1949).
Setelah pengakuan kedaulatan, Ali diangkat menjadi duta besar di AS, Kanada dan Meksiko (1950-1953). Sekembalinya ke tanah air ia aktif kembali dalam kabinet dan menjabat Perdana Menteri dalam kabinet Ali-Wongsonegor o (1953-1955).
Ali merupakan satu di antara lima PM yang mensponsori Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung dan terpilih sebagai Ketua Umum konferensi itu pada 18-24 April 1955. KAA merupakan hasil kerja kabinet Ali-Wongsonegor o yang tercatat dalam sejarah dengan tinta emas. Kabinet itu bubar pada bulan Agustus 1955.
Pada tahun 1956, Ali terpilih kembali sebagai PM dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo yang merupakan kabinet koalisi PNI, Masyumi, NU, PKRI, Parkindo, PSII dan Perti. Setelah kabinet bubar pada tahun 1957, ia menjadi duta besar di PBB (1957-1960). Sekembalinya di Indonesia, ia menjadi Wakil Ketua MPRS (1961-1966).
Ali tetap bergiat dalam politik melalui PNI. Pada tahun 1965 terjadi perpecahan dalam tubuh partai ditandai dengan adanya dua kepengurusan di tingkat pusat, masing-masing pimpinan Osa Maliki-Usep Ranuwidjaja dan Ali Sastroamidjojo- Surachman. Dalam Kongres Persatuan pada tahun 1966, golongan Ali-Surachman disingkirkan.
Ali juga menulis buku seperti Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), Tonggak-tonggak di Perjalananku (1974), Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda 1927 (1974).
Ali menerima banyak penghargaan dari negara. Ia juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Farleigh Dickinson University, New Jersey. Ia meninggal di Jakarta pada 13 Maret 1976 (Widiatmoko, 2003: 435-436).
Komentar
Posting Komentar