Liberalisme Ekonomi

Setelah mengalami depresi ekonomi tahun 1930-an, kepercayaan rakyat AS pada faham laissez faire (liberalisme), yaitu ekonomi tanpa campur tangan pemerintah, terguncang. Mereka terhentak untuk menekan pemerintah agar berperan aktif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi yang mereka hadapi.
Inggris mencari jalan keluar. Muncullah teori makroekonomi yang dikumandangkan oleh John Maynard Keynes yang mendesak peranan aktif pemerintah. Menurut Keyness, pemerintah dapat mengendalikan ekonomi melalui pengaturan pembelajaan untuk menjamin terciptanya kesempatan kerja.
Apakah sebenarnya liberalisme ?
Liberalisme adalah suatu aliran pemikiran yang mengharapkan kemajuan dalam berbagai bidang atas dasar kebebasan individu untuk dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas mungkin. Istilah ini muncul pada abad ke-19 dari kaum pemberontak Spanyol yang menamakan dirinya "liberales". Meskipun demikian pemikiran liberalisme telah berkembang jauh sebelumnya.
Ada liberalisme politik dan liberalisme ekonomi.
Liberalisme ekonomi berdasar pada keyakinan bahwa kemakmuran orang perorang dan masyarakat seluruhnya diusahakan dengan memberi kesempatan untuk mengejar kepentingan masing-masing dengan sebebas-bebasnya. Untuk itu hak milik swasta harus dipertahankan dan pemerintah tidak turut campur dalam kehidupan ekonomi. Tindakam swasta hanya terpengaruh oleh cara terbentuknya harga, sehingga kemakmuran rakyat terjamin (laissez faire, laissez passer). Inilah yang dinamakan Liberalisme Klasik dan dibedakan dengan Neo-liberalisme. Liberalisme menjadi landasan perkembangan pesat industri dan sistem kapitalisme. Adam Smith dari Inggris dianggap sebagai bapak liberalisme ekonomi.
Pada abad ke-20, perkembangan Neo-liberalismetetap berpegang pada persaingan bebas, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat persaingan agar berlangsung secara tertib dan positif. Oleh sebab itu Neo-liberalisme menyetujui campur tangan pemerintah dalam batas-batas tertentu yang tidak mematikan kebebasan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Simons, Hayek dan Ropke (Djawamaku, 2004:376).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan