Wage Rudolf Soepratman

W.R. Soepratman (1903-1938),Penggubah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Dalam Kongres Pemuda II, lagu Indonesia Raya karangan W.R. Soepratman untuk pertama kali diperdengarkan. Bendera Merah Putih disepakati menjadi bendera persatuan. Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh komponis Wage Rudolf Soepratman.
W.R. Soepratman diduga dilahirkan di Sumongari, Kaligesing, Purworejo, meski ada pula yang mengatakan ia dilahirkan di Jatinegara. Karena ibunya meninggal, ia mengikuti kakak perempuannya -yang menikah dengan seorang anggota KNIL berdarah Indo- pindah ke Ujung Pandang. Agar bisa masuk sekolah, ia menambahkan Rudolf di belakang namanya sehingga menjadi Wage Rudolf Supratman.
Di Ujungpandang (Makasar), ia berhasil meraih ijazah setingkat HIS dan kemudian ijazah dari sebuah sekolah pendidikan guru.
Karena sering membaca tulisan di koran-koran tentang perjuangan kemerdekaan, ia tergerak menyumbangkan tenaga. Ia pun pindah ke Bandung dan bekerja sebagai pembantu koran Kaum Muda (1924) dan setahun kemudian pindah ke koran Kaum Kita sebagai pemimpin redaksi.
Dari Bandung Soepratman pindah ke Jakarta dan bersama Parada Harahap mendirikan Kantor Berita Alpena. Setelah itu ia pindah ke Sin Po, koran Tionghoa-Melayu. Kegiatan yang diliputnya meliputi berbagai kegiatan pergerakan kebangsaan.
Suatu ketika ia membaca tulisan Agus Salim dalam Fajar Asia berisi imbauan kepada komponis Indonesia untuk menggubah lagun kebangsaan Indonesia. Ia terdorong untuk menjawabnya dan akhirnya menciptakan Indonesia Raya. Lagu itu kemudian diperdengarkannya di depan Kongres Pemuda II di Jakarta (1928). Sejak itu lagu Indonesia Raya dikenal secara luas, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa ( Soebagijo I.N., 2004:165).
Selain Indonesia Raya, ia menggubah lagu Raden Ajeng Kartini, Mars KBI, Bendera Kita, Di Timur Matahari, Bangunlah Kawan, Mars Parindra, Mars Suryawirawan dan Matahari Terbit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan