Mr. Sartono (1900-1968)
Sartono lahir di Wonogiri pada tanggal 5 Agustus 1900 dari turunan bangsawan Jawa. Mula mula ia memasuki pendidikan Hollands Inlandse School (HIS) dan pendidikan HIS ini ia tamatkan pada tahun 1915. Kemudian ia melanjutkan ke Meer Uitgbreid Lager Onderwijs (MULO) ke Algemene Midelbare School (AMS) di Jakarta, kemudian melanjutkan lagi ke sekolah tinggi Recht Hogeschool (RHS) dan tamat pada tahun 1922. Ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Leiden sampai mendapat gelar Meester in de Rechten (Mr.) pada tahun 1926. Sebelum berangkat ke negeri Belanda meneruskan pendidikannya , ia pernah menjadi ambtenar di Landraad Salatiga selama kurang lebih empat tahun. Ketika ia berada di negeri Belanda, Sartono memasuki gerakan Perhimpunan Indonesia (PI) dan menjadi sekretaris. Pada organisasi inilah pengalamannya ditempa. Namanya mulai dikenal di kalangan mahasiswa Indonesia. Di Indonesia sendiri ia dianggap sebagai salah seorang pemimpin nasional berpendidikan Belanda yang terkemuka, setaraf dengan Mohammad Hatta, Iwa Koesoema Soemantri, Nazir Pamuncak dan Tjipto Mangunkusumo.
Saat Sartono datang di negeri Belanda , PI diketuai oleh Harmen, Hatta sebagai Bendahara dan kemudian Sartono dipilih sebagai anggota ( komisaris). Pada tahun 1922 Tan Malaka datang ke Belanda sebagai orang buangan dan memberi udara baru bagi PI untuk bergerak di lapangan politik, terlebih saat PI berada di tangan Iwa Koesoema Soemantri yang radikal dan revolusioner. Dalam tubuh PI, Sartono diketahui sebagai seorang pencetus gagasan nonkooperasi.
Pada tahun 1926, Sartono kembali ke Indonesia dan menjadi advokat di Salatiga. Saat itu ia bercita-cita mendirikan partai nasional yang besar, berhaluan kiri, revolusioner dan bertujuan Indonesia merdeka. Pada tahun 1927, bersama Ir Sukarno dll, Sartono ikut mendirikan PNI. Sukarno terpilih sebagai Ketua dan ia menjadi Wakil Ketua. Sukarno ahli orasi dan Sartono ahli mengatur organisasi. Pada tahun 1928 Sukano mendirikan PPPKI (Permufakatan Partai Politik Kebangsaan Indonesia) sebagai sebuah federasi dan Sartono menjadi sekretaris.
Pada 30 Agustus 1930, Sukarno dan beberapa orang kawannya ditangkap. Sesudah ditahan di penjara Banceuy selama delapan bulan, Sukarno dihadapkan ke pengadilan. Sartono menjadi pembela utama di pengadilan dan melakukan pembelaan sehebat-hebatny a di pengadilan.
Seperti diprediksi Hatta, pada saat Sukarno dibuang ke Flores tahun 1937 Sartono membubarkan Partindo dan mendirikan Perindo. Dr A.K. Gani menjadi Ketua dan Sartono sebagai wakilnya.
Pada tahun 1940 Sartono kembali muncul dengan menjadi ketua Majelis Rakyat Indonesia (MRI) yang menuntut Indonesia berparlemen. MRI membuat sebuah maklumat akan membantu Belanda berhadapan dengan Jepang. Setelah Jepang masuk, nama Sartono tidak disebut-sebut tapi pada tahun 1943 ia menjadi anggota Panitia Adat dan Tata Negara. Ia juga menjadi kepala bagian organisasi di Putera, kemudian menjadi anggota Tjuo Sangi In.
Setelah proklamasi kemerdekaan Sartono muncul sebagai Menteri Negara tanpa portofolio. Ia pun aktif kembali dalam PNI. Pada masa RIS, Sartono terpilih sebagai Ketua parlemen demikian juga saat kembali menjadi RI hingga tahun 1959. Kemudian Sartono menjadi Ketua DPA hingga pensiun tahun 1967.
Selama berjuang di medan politik, ia belum pernah menerima hukuman penjara dan sejenisnya. (Sudiyono, 2003:428-431).
Komentar
Posting Komentar