Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Perdagangan Candu di Hindia Belanda

Candu (papaver somniferum) digunakan sebagai sumber narkotik yang dikenal sejak zaman purba. Biji hijau tanaman ini dipotong dan getahnya disadap dari irisan tadi menghasilkan candu mentah. Dari bahan ini candu dapat dihisap atau disuling lagi menghasilkan heroin, morfin dan kokain. Candu sebagai obat penahan sakit, penahan batuk dan menyembuhkan disentri. Tumbuhan ini menjadi bahan obat tradisional bagi dunia. Laporan dari India dan Melayu menyebutkan prajurit diberi candu sebagai alat perangsang sebelum berangkat ke medan perang. Carl Trocki dari School of Humanities, Queensland University of Technology mengisahkan bahwa pada abad ke-18, kerajaan Belanda dan penjajah yang lain di Asia, berhubungan erat dengan perkembangan perdagangan candu internasional, sehingga candu disebut sumber dana kekaisaran. Yang luput dari perhatian para sejarahwan adalah bahwa sejak dimulainya imperialisme Eropa di Asia Tenggara, candu merupakan sumber keuntungan pedagang yang datang dari daerah bar...

Kongsi-kongsi Pertambangan

Istilah kongsi merujuk pada usaha yang anggota-anggota nya mempunyai saham. Anggota kongsi berhak memilih pemimpin, juru tulis, dan juru masak. Setelah hasil tambang dilebur dan menghasilkan logam serta semua utang telah terbayar, keuntungan pun dibagi. Kongsi juga dapat berarti tempat tinggal kepala tambang dan buruh. Orang Eropa merujuk pemimpin kongsi sebagai kongsis atau congsees. Melalui kongsi tambang orang Cina mengembangkan pertambangan tepat guna sekaligus mandiri secara politis. Menurut Mary Somers-Heidhues  dari Götingen University, Jerman, pada pertengahan abad ke-18 emas dan timah melimpah di daerah yang jarang penduduk seperti di Bangka dan Kalimantan Barat. Sultan Palembang, Sultan Mempawah dan Sultan Sambas mendatangkan buruh dari Cina. Orang Cina menggunakan mesin sederhana dan air untuk membersihkan hasil tambang. Melalui kongsi mereka mempekerjakan buruh di setiap daerah tambang. Sultan mendapat bagian hasil tambang dalam bentuk uang karena menyediakan makanan, c...

Multatuli

Multatuli adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker (1820-1887) yang mendedikasikan keahlian mengarang untuk membela rakyat Banten yang menderita akibat penjajahan bangsanya sendiri. Multatuli masih bertalian darah dengan Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau Danu Dirja Setya Budhi (Dr. Setiabudi) tokoh politik indo yang juga membela rayat Indonesia melalui jalur politik. Sejak berusia 18 tahun Multatuli bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda di Sumatra Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Minahasa. Jabatannya yang terakhir adalah asisten residen Lebak di Rangkasbitung, Banten. Saat di Banten inilah keprihatinannya  terhadap penderitaan rakyat memuncak. Penduduk Lebak diperas habis-habisan oleh Belanda melalui bupati beserta sanak keluarganya. Tahun 1856 Multatuli diberhentikan dari jabatannya karena berbeda pendapat dengan atasannya. Di pengadilan ia kalah dalam perkara itu dan ia pun kembali ke Eropa (Sorbagijo I.N., 2004:397). Di Eropa Multatuli merekam penderitaan rak...

Max Havelaar

Penderitaan rakyat karena Tanam Paksa menginspirasi lahirnya novel Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker yang ditulis tahun 1860. Eduard Douwes Dekker (1820-1887) menggunakan nama samaran Multatuli. Judul lengkap novel karya E.D. Dekker adalah "Max Havelaar of de Koffieveilingen  der Nederlandse Handelsmaatscha ppij"(Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda). Jakob Sumardjo menggolongkan karya Dekker sebagai roman. Sementara Subagio Sastrowardojo menamakan karya ini roman berstruktur cerita berbingkai. Jenis pola ini sudah tua usianya. Jakob Sumardjo menduga bahwa teknik bercerita berbingkai dalam roman ini mungkin dikenal Dekker semasa bertugas di Indonesia (ENI Vol. 10, 2004:209). Ada tiga cerita pokok dalam roman Max Havelaar yang tidak saling berhubungan yaitu cerita pedagang Droogstoopel dan pembawa naskah Sjaalman, cerita kehidupan Max Havelaar dan cerita Saijah Adinda yang ditutup oleh kata-kata Multatuli. Sedikit banyak roman ini bersifat autobiograf...

Kopi Dll.

Cultuur Stelsel atau Tanam Paksa mendatangkan tanaman tanaman ekspor baru menggantikan rempah-rempah. Titik perekonomian ekspor ini kini lebih meningkat di Pulau Jawa (Roger Knight, Department of History, Adelaide University). 1. Kopi.  Sekitar tahun 1800-an Jawa merupakan pengekspor padi ke pulau pulau lain di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Kemudian kedudukan padi sebagai barang ekspor digantikan kopi yang bernilai ekonomi tinggi. Tidak lama kemudian segera digantikan gabungan tanaman kopi, nila dan tebu. Kopi pertama kali diperkenalkan Belanda di Jawa Barat pada akhir abad ke-17. Kemudian tananan ini disebar ke Jawa, Sumatra dan pulau pulau lain. Tanaman ini pertana kali ditanam oleh VOC untuk mencari keuntungan lebih besar dalam perdagangan ke Eropa. Pada pertengahan abad ke-19 kopi ditanam besar-besaran di bawah Tanam Paksa yang membuat pemerintah jajahan Hindia Belanda mendapat cadangan hasil ekspor melalui kerja paksa rakyat Jawa. Setelah penghapusan tanam paksa...

Cultuur Stelsel (Tanam Paksa)

Sistem ini dirancang oleh Gubernur Jendral Johannes van den Bosch untuk mengatasi kosongnya keuangan negara Belanda akibat Perang Dipanagara (1830), Perang Kemerdekaan Belgia dan kekurangan penerimaan pajak tanah. Tanam Paksa ini merupakan gabungan antara Preangerstelsel  dan pajak tanah. Semula untuk mengisi kekosongan kas negara itu, Belanda ingin menjalankan pertanian sesuai adat istiadat masyarakat pribumi tetapi sistem ini gagal dilaksanakan. Meskipun ditentang oleh para pemimpin kelompok liberal di Belanda seperti Elout dan Raad van Indie, usul tersebut tetap disetujui oleh Raja Willem I karena kosongnya kas negara Belanda. Dalam pelaksanaannya terjadi perbedaan antara kebijakan dan implementasinya . Beberapa contoh : (1) rakyat menanam seperlima bagian tanahnya dengan tanaman ekspor seperti kopi, tebu, nila dan tembakau secara sukarela. Dalam praktik tanah untuk tanaman ekspor mencapai separuh bahkan seluruh bagian sawah desa; (2) tanah yang ditanami tanaman ekspor dibebaska...

Bulan Sabit dan Salib di Nusantara.

Anthony Reid dari Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University, Canberra, membuat sebuah tulisan menarik mengenai relasi penuh persaingan antara Islam dan Kristen di Indonesia pada abad ke-16 berjudul "Bulan Sabit dan Salib dalam Pertikaian Dunia." Reid mengungkap mengapa ada gerakan anti Portugis di Nusantara. Portugis dan Spanyol menempa nasionalisme melalui perang salib melawan Moros (Maroko Islam) yang membangun masyarakat Islam di Andalusia. Penemuan jalur laut ke Asia Tenggara tidak lepas dari kelanjutan perang salib yang panjang. Dengan berdagang rempah ke Eropa dan lepas dari tangan orang Islam, mereka berharap melayani Tuhan dan diri mereka sendiri. Mereka juga sempat memukul garis belakang Turki Ottoman yang mengancam Katolik Eropa. Serangan Portugis terhadap kapal dan bandar Islam di Selat Melaka dan sekitarnya menumbuhkan persekutuan antar kesultanan di kawasan yang bersatu melawan ancaman orang Kristen. Tumbuhnya anti Portugis dari...

Santo Franciskus Xavier

Meskipun Portugis bersifat militan terhadap Islam tapi upaya penyebaran Kristen di Indonesia sangat kecil. Keharusan Kristen hanya mereka paksakan bila menikah dengan perempuan setempat dan kepada anak anak mereka. Penyebaran agama Katolik yang dilakukan agak sungguh-sungguh  baru dilakukan saat St. Franciscus Xavier yang datang pada tahun 1506-1552. St. Franciskus Xavier seorang pastor Basque, Spanyol, bersama Santo Ignatius de Loyola dan tiga orang lainnya merupakan pendiri Pengikut Kristus -yang lebih dikenal dengan Ordo Jesuit - tangan intelektual reformis Katolik. St. Franciskus merupakan misionaris Jesuit pertama dan paling terkenal di Asia. Melalui dia agama Kristen pertama kali diperkenalkan ke Indonesia, Jepang dan Srilanka (Reid, 2002: 43). Ricklefs menyebut St. Franciskus berada di antara para petualang Portugis dan memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur (2005:67). Santo Franciskus tinggal beberapa bulan di Melaka. Sambil mempersiapkan diri berlayar k...

Hubungan Diplomatik Aceh-Turki.

Hubungan Aceh-Turki sudah berlangsung lebih dari tiga abad. Saat militer Belanda menduduki istana (1874) mereka menemukan meriam besar yang suda rusak dengan cap kerajaan Turki beragam hias bintang. Meriam yang diberi nama Lada Secupak ini berdiri selama tiga abad. Menurut alkisah, utusan Aceh yang dikirim ke Turki membawa tiga kapal penuh lada, bekal dan uang untuk membantu tempat suci Islam (Mekah-Medinah) di Arab. Misi ini mengalami kesulitan saat akan sampai di Istanbul bertemu sultan. Mereka terpaksa makan atau menjual barang-barangny a sehingga akhirnya hanya tersisa satu tabung lada. Saat mereka menghadap khalifah dan minta maaf atas semua kejadian khalifah menghormati keterangan mereka. Sebagai ucapan terima kasih sultan mengirim meriam Lada Secupak berikut prajurit meriam dan ahli senjata ke Aceh. Misi ini telah menjadi legenda di Aceh dan tercatat dalam sumber Turki, Portugis, Venesia juga dalam naskah Melayu, Bustan al-Salatin karya Syamsuddin ar-Raniri. Setelah men...

Tjoet Nja' Dien

Perang Aceh yang berkecamuk membuat seorang perempuan bernama Tjoet Nja' Dien terlibat sejak kecil baik langsung maupun tidak langsung. Ayahnya seorang pejuang. Suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga juga seorang pejuang. Mereka bahu membahu memerangi Belanda. Lamnga gugur dalam suatu pertempuran sedangkan Tjoet Nja'Dien berhasil diungsikan ke Montasi daerah kekuasaan Panglima Polem. Tjoet Nja'Dien bertemu Teuku Umar yang usianya lebih muda dan merekapun menikah. Suami istri ini kemudian terlibat dalam banyak perang gerilya. Diceritakan bahwa Teuku Umar bersiasat meninggalkan pasukannya dan bekerjasama dengan Belanda hingga ia diangkat menjadi panglima perang Belanda memerangi pasukan Aceh sambil meminta dan mengumpulkan senjata dari Belanda. Saat senjata sudah cukup banyak terkumpul ia pun memisahkan diri dari Belanda untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Dalam pertempuran di Meulaboh ia gugur (1899). Tjut Nja' Dien langsung memimpin pasukan dan itu berlangsung...

P.H.H. Mustapa

Penghulu Haji Hasan Mustapa pernah menjadi kepala Penghulu di Kutaraja Aceh dan Bandung sampai akhir hayatnya (1930). Selama di Aceh, Mustapa membantu Dr Christiaan Snouck Hurgronje alias Haji Abdul Gaffar yang ditugasi Belanda mengenali adat istiadat dan agama masyarakat setempat seperti yang dilakukannya saat membantu Snouck saat melakukan penelitian keliling Jawa. PHH Mustafa yang dilahirkan di Garut (1852) dikenal sebagai seorang filsuf, ulama, & sastrawan yang menulis dalam bahasa Sunda dengan huruf Arab. Ajip Rosidi tahun 1989 mengumpulkan karya Mustapa berupa seribu bait yang tiap baitnya empat sampai 10 baris. Tulisan Mustapa berupa puisi yang mengupas ajaran Islam, manusia serta adat istiadat Sunda. Menurut Jakob Sumardjo, karya Mustapa orisinal & berani sehingga ia dianggap mahiwal (nyentrik) & miaing-aing (individualisti s) sehingga dianggap sebagai avant gardist pemikiran. Karya-karyanya yang terkenal : Bab Adat-adat Urang Priangan Jeung Sunda Lianna Ti Eta, Jaw...

Christiaan Snouck Hurgronje (Haji Abdul Gaffar)

 Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936). Nama Hurgronje menjulang karena Perang Aceh. Cendekiawan Belanda yang menganjurkan perpecahan antara ulama dan uleebalang (bangsawan) ini lahir di kota Tholen, Belanda barat daya. Berayah seorang pendeta Kristen, tidak mengherankan jika setelah lulus SMU Hurgronje melanjutkan menjadi mahasiswa jurusan Teologi di Universitas Leiden. Namun entah mengapa tidak lama kemudian ia pindah ke Fakultas Sastra Jurusan Arab pada universitas yang sama. Ia pun menyandang gelar Doktor dalam sastra Arab pada tahun 1880 dalam usia 23 tahun, menunjukkan bahwa ia berotak cemerlang dan minatnya besar dalam mempelajari bahasa. Ada yang mengatakan ia menguasai 5 bahasa : Belanda, Arab, Aceh, Sunda dan Jawa. Tapi ada juga yang mengatakan ia menguasai 15 bahasa. Pada tahun 1884 ia memulai karir sebagai dosen dan pada tahun 1906 diangkat menjadi guru besar. Bagi Hurgronje, mempelajari bahasa berarti harus mendalami kebudayaan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Ka...

Puputan

Puputan artinya akhir atau selesai, perlambang unjuk keberanian dan kesetiaan yang melekat dalam martabat raja Bali. Beberapa raja Bali tak sudi menyerah pada Belanda dan mereka memilih melakukan puputan. Secara ironis puputan juga menjadi penanda babak akhir penguasaan Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda. Di sisi lain pemerintah Hindia secara tidak langsung membentuk suatu kesatuan wilayah yang dinamakan Indonesia. Setelah Aceh dikalahkan, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 Belanda nyaris menguasai Hindia Belanda. Yang tersisa adakah beberapa kerajaan di Bali. Beberapa kerajaan di Bali dan Lombok tidak bisa ditaklukkan begitu saja tanpa perlawanan hingga titik darah yang penghabisan yang dikenal dengan puputan. 1. Puputan Mataram (1894). Pemberontakan Sasak yang dipimpin ulama dari tarekat Naqshabandiyah memberi alasan yang diperlukan Belanda untuk campur tangan. Menyusul perampokan istana Cakranegara, penguasa Lombok -Agung Gede Ngurah Karangasem- mengungsi ke desa Sas...

Perang Aceh.

Terkait Perang Aceh setidaknya ada tiga sumber masing-masing dengan pendekatan berbeda-beda. Pertama, dari tulisan Masyhuri pada Ensiklopedi Nasional Indonesia Vol. 2. Kedua, dari Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Bab 13 Daerah-daerah Luar Jawa +/ - 1800-1910. Ketiga, dari tulisan Ibrahim Alfian dari Jurusan Sejarah UGM dalam artikelnya pada Indonesian Heritage Vol. 3 Sejarah Modern Awal. Ricklefs nampaknya lebih melihat Aceh dalam konteks persaingan ekonomi Belanda vs Inggris dan Belanda-Inggris vis a vis AS Perancis Turki. Alfian melihat Aceh dalam konteks pertahanan diri dan kesyahidan Islam dalam perlawanannya terhadap Belanda atau Kafir. Sedangkan Masyhuri melihat Aceh lebih ke dalam konteks sosial budaya Aceh sendiri yang secara tepat dipetakan oleh Snouck Hurgronye. Saya mencoba memadukan dalam tulisan pendek ini. Sejak pendirian Penang (1786) dan Singapura (1819) hubungan Inggris dan Sumatra semakin luas. Apalagi Aceh adalah penghasil separoh dari la...

Kapitan Besar Pattimura

Rakyat Ambon merasa senang dengan dua masa pemerintahan Inggris (1796-1803 dan 1810-1817) dan telah kehilangan kekaguman mereka terhadap kekuatan Belanda. Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817 mereka nampaknya tidak mau menyokong gereja Protestan seperti kehendak mereka. Inilah yang menurut Ricklef dari Pusat Kajian Asia Pasifik ANU(2005), menjadi penyebab utama meletusnya tindak kekerasan. Seorang prajurit Ambon bernama Thomas Matulesi atau Pattimura memimpin pemberontakan di Saparua. Ia berhasil merebut benteng Belanda di sana dan berhasil memukul mundur pasukan kolonial yang dikirim untuk melawannya. Residen Belanda di Saparua berikut keluarganya dibunuh. Belanda mengirim bala bantuan dari Batavia. Kaum pemberontak dapat dikalahkan. Pattimura dihukum gantung di Ambon. Berakhirnya monopoli atas cengkeh di akhir abad ke-19 menciptakan krisis ekonomi di Ambon. Orang orang terpelajar Ambon ( lebih banyak yang Kristen daripada Islam) memilih bekerja pada pemerintah kolonial de...

Perang Banjarmasin

Pada awal abad ke-19 Inggris dan Belanda sama sama mempunyai kepentingan di Kalimantan. Bagi Inggris Kalimantan tidak bisa tidak diabaikan karena ia diapit jalur pelayaran antara India dan Cina. Bagi Belanda Kalimantan berada di utara Laut Jawa dan merupakan pusat para bajak laut dan orang-orang Cina yang anti Belanda sehingga Belanda berminat menguasai pesisir selatan dan baratnya. Belanda telah menandatangani perjanjian dengan Pontianak, Mempawah, Sambas dan negri negri kecil lainnya. Seluruh garnisun Belanda di Mempawah terdiri dari seorang perwira pribumi dan empat orang polisi. Sultan Banjarmasin menyerahkan beberapa daerah kepada pemerintah kolonial termasuk Kotawaringin meski Sultan tetap berdaulat. Semua berubah karena adanya intervensi seorang Inggris bernama James Brooke (1803-1868) di Serawak. Dibiayai dari harta warisannya Brooke membeli kapal yang dipersenjatai dan pada tahun 1839 berlayar ke Singapura kemudian bertualang ke Serawak. Di sana ia terlibat suatu perang sauda...

Perang Batak

Organisasi sosial tujuh sub suku Batak bercirikan marga patrilineal eksogami yang dibagi menjadi satuan desa mandiri. Desa ini kecil di Toba, besar di Karo, sedangkan di Angkola dan Mandailing penduduknya hanya 400 orang pada pertengahan abad ke-19. Setiap desa dipimpin seorang raja atau kepala suku yang diwariskan melalui garis keturunan ayah. Mereka tidak mempercayai semua orang asing yang ke desa. Hubungan sulit antardesa dan antarkawasan dinyatakan dalam intrik tanpa akhir dan perang antardesa yang diritualkan (Niessen, Department of Ecology, University of Alberta). Di bawah penjajah perdagangan dan perkebunan berkembang. Orang Melayu semakin kuat menguasai perdagangan dan perkebunan, memaksa orang Karo keluar dari wilayah pantai ke pegunungan. Pada tahun 1872 perlawanan orang Karo dipadamkan Belanda yang memihak orang Melayu. Namun mereka tak pernah berhenti melawan. Pada abad ke-19 Belanda membantu orang Batak selatan melawan serangan Kaum Padri dari Minangkabau. Sejak itu Bela...

Kerajaan Jambi dan Kerajaan Palembang

Menurut Barbara Watson Andaya dari School of Hawaiian, Asian and Pacific Studies, University of Hawaii, hubungan Jambi dan Palembang sangat dekat, persaingan dan persahabatan menjadi satu. Perkawinan terjadi antar dua keluarga kerajaaan tetapi persaingan dalam urusan perdagangan sangat ketat. Pada abad ke-17 Jambi unggul karena perdagangan lada tetapi menurun 100 tahun kemudian. Palembang menjadi makmur karena perdagangan timah. Jambi dan Palembang sama sama pernah ditaklukkan Demak pada akhir abad ke-15. Menjelang abad ke-16 mereka merebut kembali kedaulatannya. Abad ke-17 merupakan abad keemasan bagi Jambi dan Palembang ketika lepas dari kekuasaan Mataram. Meski begitu pengaruh Jawa masih kuat. Bahasa Jawa masih dipakai di istana sampai akhir abad ke-18. Jambi. Selama di bawah kekuasaan Sultan Agung yang wafat tahun 1679 Jambi termasyhur karena keluarga kerajaan menjalin perkawinan dengan Raja Johor, Makasar dan Banten. Kekuasaan Jambi menurun pada abad ke-17 karena harga lada yan...

Kerajaan Minangkabau dan Perang Padri

Orang Minang mempunyai tiga raja : Raja Adat untuk adat, Raja Ibadat untuk keagamaan dan Raja Alam untuk urusan sehari-hari. Berkediaman di pedalaman dan pegunungan Sumatra tengah, raja Minang jarang tampak oleh rakyat Pesisir dan hanya sekali di abad ke-17 penjelajah Eropa berani mengunjungi raja Minangkabau sebelum dihancurkan para reformis Islam di abad ke-19. Raja-raja Minangkabau mengaku sebagai keturunan nabi Adam melalui garis Iskandar Zulkarnain dan kampung halaman mereka setua penciptaan dunia. Cahaya gaib raja diwarisi dari Sriwijaya yang bergerak ke atas menuju Sungai Batanghari ke ibukota kerajaan Adityawarman dan akhirnya ke Pagarruyung (Jane Drakard dari Departemen Sejarah Universitas Monash, 2002:60). Raja Minangkabau termasyhur adalah Adityawarman yang berkuasa di Sumatra tengah antara tahun 1347-1374. Adityawarman pemuja Kalacakra, sinkretisme Siwa-Budha yang meliputi korban dan upacara persekutuan dengan Bhairawa dan sakti-nya untuk mencapai kebenaran tertinggi dan ...

Perang Dipanagara

Menurut Peter Carey dari Trinity College, Oxford University (2002:112), meskipun Belanda berada di Indonesia sejak akhir abad ke-16 tetapi baru pada abad ke-19 mulai berusaha memperluas kewenangan penjajahannya yang mengakibatkan Belanda menguasai seluruh Indonesia. Seluruh Nusantara melawan secara dahsyat, lebih-lebih di Jawa : Belanda dipaksa bertempur sengit selama lima tahun yang dikenal sebagai Perang Jawa atau Perang Dipanagara (1825-1830). Pemimpin perang ini, Pangeran Dipanagara (1785-1855) adalah putra sulung sultan ketiga Yogyakarta. Dipanagara dalam bahasa Sanskerta berarti cahaya kerajaan. Ia dibesarkan di rumah neneknya di Tegalreja, di luar kota Yogyakarta. Dalam dirinya mengalir darah Jawa Madura dan Sumbawa yang membuatnya mudah meletup bagai api. Karena itu raut wajahnya agak berbeda dengan raut wajah orang Jawa lainnya. Sehari hari ia bergaul dengan kalangan santri dan penduduk desa. Ia dididik sangat keras dalam tugas keagamaan. Pamannya, Mangkubumi, berkata bahwa...

Jalan Raya Anyer-Panarukan

Saat ditugasi oleh Louis Bonaparte menguasai Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris, Daendels, seorang pengacara revolusioner Belanda yang dijadikan Gubernur Jendral, ingin membangun jalan raya sepanjang Pulau Jawa. Daendels juga mengerahkan tentara pribumi dan membuat pabrik senjata di Semarang. Biayanya didapat antara lain dari menjual tanah negara kepada pengusaha Belanda dan Cina. Ia yang dipanggil dengan julukan Mas Galak benar benar melaksanakan niatnya membuat jalan sepanjang pulau Jawa. Pada tahun 1818, hanya dalam waktu satu tahun, Daendels membuat jalan yang dinamakan De Groete Postweg atau Jalan Raya Pos yang membentang sejauh 1000 km dari Anyer di Banten hingga Panarukan di ujung timur Jawa. Tujuan Daendels adalah melancarkan arus informasi memudahkan gerakan pasukan dan logistik untuk membendung pasukan Inggris dari utara. Karena itu Jalan Raya Pos lebih banyak berada di utara Pulau Jawa. Ambisi Daendels membuat jalan sepanjang Jawa jelas banyak memakan korban orang pr...