Perang Cina

Sebuah peta yang dibuat oleh Willem Remmelink dari Japan-Netherlands Institute, Tokyo, untuk Indonesian Heritage yang disusun Anthony Reid dari Australian National University, Canberra, menggambarkan serbuan orang Cina atas seluruh markas Belanda di Jawa pada tahun 1740-an mulai dari Tegal di Barat sampai Pasuruan di Timur. Kota-kota yang diserbu orang Cina dan kemudian dibantu orang Jawa, adalah Batavia, Bekasi, Tegal, Semarang, Kartasura, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang, Ponorogo, Surabaya, Pasuruan.
Apa yang disebut sebagai Perang Cina ini bisa juga dikatakan sebagai atau setidaknya pemicu Perang Jawa adalah pemberontakan orang-orang Cina di Jawa yang dimulai dari pembantaian orang-orang Cina di Batavia oleh Kompeni.
Peningkatan gelombang orang Cina ditambah memburuknya keadaan ekonomi di Batavia sejak akhir abad ke-17 melahirkan krisis. Orang Cina menjadi korban utama terutama pada sektor industri gula akibat keterbatasan lahan dan berkurangnya ekspor akibat ditutupnya pasar Persia.
Semula VOC berusaha membatasi jumlah pendatang Cina yang masuk dan mengusir yang tidak memiliki izin resmi. Orang-orang Cina yang keluyuran dan tampak mencurigakan ditangkap. Bila tidak memiliki pekerjaan tetap mereka dibuang ke Srilanka. Keresahan dan kepanikan melanda seluruh penduduk Cina karena berita orang Cina yang dibuang ke Srilanka ditenggelamkan ke laut. Penduduk gelap dan resmi lari ke hutan, bergabung dan mempersenjatai diri. Batavia diserbu kelompok Cina dengan senjata sederhana. Kepanikan melanda penduduk Eropa dan menimbulkan pembantaian luar biasa orang Cina di dalam kota pada tanggal 9 dan 10 Oktober 1740. Sekitar 10.000 orang Cina di dalam dan luar Batavia diperkirakan tewas dibantai dan diserbu. Yang selamat mundur ke Bekasi. Pada bulan Juni 1741 mereka diusir dan hijrah ke Jawa Tengah.
Jawa Tengah terkejut karena sejak awal orang Cina dan VOC berhubungan baik bahkan bisa dikatakan Batavia dibangun oleh tenaga kerja Cina. Tanpa menghitung budak, jumlah orang Cina lebih dari setengah penduduk Batavia. Karena itu, di Jawa, pemberontakan ini dianggap sebagai tanda dari Tuhan bahwa kekuasaan VOC berakhir.
Pakubuwana II tidak merespon ketika VOC minta bantuan untuk menghadapi pemberontak Cina dari pabrik gula sekitar Pati, Kudus dan Demak yang menduduki Semarang pada bulan Juni 1741. Patih Natakusuma bahkan menyarankan Sunan untuk bergabung dengan pemberontak Cina. Hanya Cakraningrat dari Madura yang berpihak pada VOC. Ia menyerbu bagian timur Jawa dan membantai orang Cina di sepanjang perjalanan.
Diperkuat orang Cina dari Bekasi pasukan Mataram menyerbu benteng VOC di Kartasura dan menaklukkan Semarang dan yang lainnya melawan Cakraningrat. Berkat armada tahunan VOC yang datang ke Semarang, VOC berhasil menguasai kembali Semarang dan Cakraningrat mengalahkan tentara Mataram. Titik balik perang pun terjadi.
Karena mulai terancam Pakubuwana II mendatangi VOC. Sisa pendukung Cina dan Jawa membalas dendam pada Pakubuwana dengan menyerbu dan menduduki keraton Kartasura dan mendudukkan Sunan Mas ke takhta sementara Pakubuwana II melarikan diri ke Ponorogo. Dari sana Pakubuwana berusaha kembal merebut Kartasura namun Kartasura diduduki Cakraningrat. Akhirnya seluruh Jawa terlibat perang. VOC memusatkan pemulihan daerah pesisir setelah itu mengusir Cakraningrat. Pada 20 Desember 1742 Pakubuwana II dikembalikan ke takhta Mataram. Pemerintah baru bisa pulih pada bulan November 1743.
Adik kandung sunan memberontak dan melanjutkan perang sampai pembagian kerajaan tahun 1755 melalui perjanjian Giyanti yang dirancang Harting h Nicolaas. Yang diuntungkan hanya VOC.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan