Perang Banjarmasin
Pada awal abad ke-19 Inggris dan Belanda sama sama mempunyai kepentingan di Kalimantan. Bagi Inggris Kalimantan tidak bisa tidak diabaikan karena ia diapit jalur pelayaran antara India dan Cina. Bagi Belanda Kalimantan berada di utara Laut Jawa dan merupakan pusat para bajak laut dan orang-orang Cina yang anti Belanda sehingga Belanda berminat menguasai pesisir selatan dan baratnya.
Belanda telah menandatangani perjanjian dengan Pontianak, Mempawah, Sambas dan negri negri kecil lainnya. Seluruh garnisun Belanda di Mempawah terdiri dari seorang perwira pribumi dan empat orang polisi. Sultan Banjarmasin menyerahkan beberapa daerah kepada pemerintah kolonial termasuk Kotawaringin meski Sultan tetap berdaulat.
Semua berubah karena adanya intervensi seorang Inggris bernama James Brooke (1803-1868) di Serawak. Dibiayai dari harta warisannya Brooke membeli kapal yang dipersenjatai dan pada tahun 1839 berlayar ke Singapura kemudian bertualang ke Serawak. Di sana ia terlibat suatu perang saudara dan mendukung seorang pangeran Brunei dan pada tahun 1841diberi penghargaan sebagai gubernur daerah Kucing yang menjadi divisi pertama kerajaan pribadi Brooke. Kekuasaan Brooke dan dua orang penggantinya (dikenal dengan tiga raja putih dari Serawak) mempermalukan Inggris dan mencemaskan Belanda.
Pada tahun 1840-an Belanda melakukan campur tangan di beberapa wilayah dan mengatur ulang hubungan dengan perjanjian baru. Pada tahun 1846 tambang batu bara mulai dibuka di Kalimantan Selatan dan Timur. Pulau Kalimantan mulai mempunyai nilai ekonomi yang lebih besar bagi rezim kolonial Belanda.
Kongsi kongsi Cina yang menguasai tambang tambang emas di Pontianak dan Sambas mulai saling bertikai karena hasil tambang yang menurun. Belanda turun tangan dan pecahlah pertempuran kecil di tahun 1850-an. Belanda menjadi pemenang meski kerusuhan tetap berlangsung.
Ketika Sultan Adam dari Banjarmasin meninggal tahun 1857 Belanda mengangkat cucunya Pangeran Tamjidillah menjadi sultan. Abdul Rakhman ayah Tamjidillah telah meninggal tahun 1852. Tamjidillah adalan anak pertama Abdul Rakhman namun tidak disukai rakyat Banjarmasin karena ibunya keturunan Cina, bukan bangsawan Banjar. Selain itu Tamjudillah menyukai minuman keras yang melukai keislaman penduduk. Pangeran Hidayatullah putra Abdul Rakhman dari istri seorang bangsawan adalah calon yang populer di hati rakyat. Sementara Belanda menyukai Tamjidillah yang menjanjikan konsesi lebih besar. Hal ini menimbulkan keregangan yang menyebabkan meletusnya Perang Banjarmasin pada tahun 1859-1863.
Pada bulan April 1859 pecah pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari (keluarga kerajaan yang tersingkir) dan dua orang pemimpin kaum tani. Mereka menyerang perusahaan-peru sahaan pertambangan batu bara serta membunuh orang Eropa yang mereka jumpai di sana. Belanda mendatangkan pasukan. Para ulama pedesaan melawan dengan gigih sehingga perang tersebut menelan banyak biaya dan korban jiwa yang banyak di pihak Belanda. Belanda akhirnya menurunkan Tamjidillah dan mengasingkannya ke Bogor pada bulan Juni 1859. Kesultanan Banjarmasin dihapuskan pada tahun 1860 dan Belanda mengambil alih secara langsung. Hidayatullah ikut bergabung dengan pemberontak sebelum akhirnya menyerah pada tahun 1862 dan kemudian diasingkan ke Cianjur. Antasari meninggal akibat cacar pada bulan Oktober 1862. Keturunan Antasari melanjutkan perlawanan dengan sekutunya Surapati, pemimpin muslim Dayak. Akhirnya Sultan Mahmud Seman dari keluarga Antasari terbunuh pada tahun 1905. Berakhirlah garis kepemimpinan raja. Perlawanan terhadap Belanda pun selesai pada tahun 1906 (Ricklefs, 2005).
Belanda telah menandatangani perjanjian dengan Pontianak, Mempawah, Sambas dan negri negri kecil lainnya. Seluruh garnisun Belanda di Mempawah terdiri dari seorang perwira pribumi dan empat orang polisi. Sultan Banjarmasin menyerahkan beberapa daerah kepada pemerintah kolonial termasuk Kotawaringin meski Sultan tetap berdaulat.
Semua berubah karena adanya intervensi seorang Inggris bernama James Brooke (1803-1868) di Serawak. Dibiayai dari harta warisannya Brooke membeli kapal yang dipersenjatai dan pada tahun 1839 berlayar ke Singapura kemudian bertualang ke Serawak. Di sana ia terlibat suatu perang saudara dan mendukung seorang pangeran Brunei dan pada tahun 1841diberi penghargaan sebagai gubernur daerah Kucing yang menjadi divisi pertama kerajaan pribadi Brooke. Kekuasaan Brooke dan dua orang penggantinya (dikenal dengan tiga raja putih dari Serawak) mempermalukan Inggris dan mencemaskan Belanda.
Pada tahun 1840-an Belanda melakukan campur tangan di beberapa wilayah dan mengatur ulang hubungan dengan perjanjian baru. Pada tahun 1846 tambang batu bara mulai dibuka di Kalimantan Selatan dan Timur. Pulau Kalimantan mulai mempunyai nilai ekonomi yang lebih besar bagi rezim kolonial Belanda.
Kongsi kongsi Cina yang menguasai tambang tambang emas di Pontianak dan Sambas mulai saling bertikai karena hasil tambang yang menurun. Belanda turun tangan dan pecahlah pertempuran kecil di tahun 1850-an. Belanda menjadi pemenang meski kerusuhan tetap berlangsung.
Ketika Sultan Adam dari Banjarmasin meninggal tahun 1857 Belanda mengangkat cucunya Pangeran Tamjidillah menjadi sultan. Abdul Rakhman ayah Tamjidillah telah meninggal tahun 1852. Tamjidillah adalan anak pertama Abdul Rakhman namun tidak disukai rakyat Banjarmasin karena ibunya keturunan Cina, bukan bangsawan Banjar. Selain itu Tamjudillah menyukai minuman keras yang melukai keislaman penduduk. Pangeran Hidayatullah putra Abdul Rakhman dari istri seorang bangsawan adalah calon yang populer di hati rakyat. Sementara Belanda menyukai Tamjidillah yang menjanjikan konsesi lebih besar. Hal ini menimbulkan keregangan yang menyebabkan meletusnya Perang Banjarmasin pada tahun 1859-1863.
Pada bulan April 1859 pecah pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari (keluarga kerajaan yang tersingkir) dan dua orang pemimpin kaum tani. Mereka menyerang perusahaan-peru
Nb. Untuk sampai ke Kucing di negara bagian Serawak, Malaysia Timur, bisa melalui jalan darat maupun udara. Ada bus malam dari Pontianak sampai Kucing. Ada pula penerbangan Pontianak-Kucin g. Jika menggunakan bus malam biasanya pada saat fajar sudah sampai di Entikong, perbatasan RI-Malaysia. Sekitar tiga jam perjalanan dari Entikong sampailah di Kucing. Istana Brooke masih dipelihara oleh pemerintah Malaysia. Tapi yang menarik adalah adanya Museum Dayak di Kucing yang dibuat Inggris. Koleksinya mengenai suku suku dan kebudayaan Kalimantan sangatlah lengkap.
Bagi anda yang tertaris dengan perikanan silakan melihat pasar ikan di Kucing yang terletak di sisi sungai yang membelah kota menjadi dua. Pasar ikan peninggalan Inggris masih terpelihara dan digunakan sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar