Perebutan Tahkta Mataram


Setelah kepergian Sultan Agung, Mataram mengalami krisis kepemimpinan hingga akhirnya harus menyaksikan banyak peperangan memperebutkan mahkota Mataram dengan bantuan VOC dengan harga yang sangat mahal, bukan hanya kekayaan negara yang terkuras melainkan hilangnya kedaulatan negara itu sendiri.
Amangkurat I.
Para sejarahwan mengatakan setelah Sultan Agung wafat tahun 1645 Mataram mendapat pemimpin yang tidak berbakat dan lalim bernama Pangeran Adipati Anom bergelar Amangkurat I. Pada masanya Mataram dilanda pertentangan dan intrik. Keluarga istana kisruh. K.A. Purboyo saudara Sultan Agung berontak. Pangeran Alit saudara Amangkurat sendiri melancarkan pemberontakan. Ia didukung sejumlah pejabat istana dan golongan agama. Pemberontakan dapat ditumpas namun 600 tokoh agama dibunuh.
Putra mahkota bersekutu hendak menggulingkan ayahnya sendiri. Seorang pangeran Madura, berhubungan dengan putra mahkota dan melancarkan pemberontakan besar-besaran. Orang Madura dan Makasar (dipimpin oleh Karaeng Galesung) berperan penting pada tahap pertama perang tetapi segera dibantu oleh orang Jawa. Istana jatuh ke tangan pemberontak tahun 1677. Amangkurat melarikan diri dari istana menuju pantai utara mencari dukungan VOC tapi meninggal di Tegal Arum sebelum mencapai tujuan.
Amangkurat II.
Setelah putra mahkota naik tahta dengan gelar Amangkurat II kerusuhan kembali melanda istana Mataram. Saudara saudara sultan sendiri memproklamasikan diri sebagai Susuhunan. Sementara itu Trunajaya menguasai Jawa Timur dan mancanegara melepaskan diri sehingga Amangkurat II efektif hanya berkuasa di Jawa Tengah. Untuk merebut takhtanya kembali ia harus dibantu VOC dengan imbalan : 1. VOC bebas bea cukai untuk barang dagangannya; 2. VOC diberi izin membangun loji di Mataram; 3. Tiap tahun Mataram harus menyediakan 4.000 pikul beras kepada VOC dengan harga berlaku. Operasi militer VOC yang dipimpin Speelman merebut wilayah mancanegara dan itu harus dibayar Mataram dengan kesepakatan baru yang semakin memberatkan Mataram.
Kini pasukan Mataram harus berhadapan dengan Trunajaya dan pasukannya. Beruntung perpecahan Trunajaya dan Karaeng Galesung memudahkan VOC merebut Surabaya. Trunajaya mundur dan bertahan di Kediri. Ekspedisi Antonie Hurdt dari Jepara bertemu Tack dari Madiun menggempur Kediri. Trunajaya terusir ke Gunung Penanggungan, pusaka keraton ditemukan kembali dan mahkota Mataram kembali ke Amangkurat II tahun 1679.
Kemudian raja membangun keraton di Kartasura. VOC menagih janji dan meminta penggantian biaya perang dengan mengutus Kapten Francois Tack. Raja mengutus Surapati yang bertanggungjawab atas kematian beberapa orang Eropa untuk berurusan dengan Tack. Surapati memasang perangkap dan Tack dengan bodoh tanpa curiga masuk perangkap. Pada bulan Februari 1686 ia dan 74 orang Eropa lain terbunuh di Kartasura oleh Surapati dan pasukannya yang didukung oleh pasukan istana.
Amangkurat III.
Amangkurat II meninggal tahun 1703 dan diganti anaknya Sunan Mas atau Amangkurat III. Beberapa bulan setelah penobatannya, adik almarhum raja, Pangeran Puger, memberontak dengan dukungan VOC dan diangkat menjadi Pakubuwana I. Akibatnya pecah Perang Perebutan Mahkota I (1704-1708).
Pakubuwono I.
Setelah istana Kartasura jatuh ke tangan pasukan gabungan VOC dan Madura, Sunan Mas meloloskan diri ke Jawa Timur bergabung dengan Suropati melawan VOC. Patih Nerangkusumo dan bupati Bangil dan Probolinggo ikut bergabung melawan VOC. Pada tahun 1706 Bangil jatuh dan Suropati gugur. Sunan Mas dan anak anaknya meneruskan perlawanan. Kompeni mengirim ekspedisi di bawah Wilde dan Knol pada tahun 1707 untuk menundukkan Sunan Mas. Saat tiba di Malang Sunan Mas bersedia berunding dan kemudian dibuang ke Seilan. Takhta Pakubuwono I selamat tapi dengan imbalan yang mahal. Priangan Cirebon Pamekasan dan Sumedang menjadi wilayah VOC. Monopoli VOC di pelabuhan-pelabuhan Mataram diperluas. Mataram membayar 800 koyan beras setiap tahun selama 25 tahun. Wilayah VIC di kota Semarang diperjelas batas-batasnya.
Amangkurat IV.
Mataram dilanda perpecahan dan peperangan lagi setelah Paku Buwono I meninggal dunia (1719). Ia digantikan oleh putranya yang kemudian bergelar Amangkurat IV atau Sunan Prabu (1719-1726). Perang Perebutan Mahkota kedua berkobar (1719-1723). Anak anak Pakubuwono I dari selir memberontak. Demikian juga Pangeran Purbaya, Pangeran Blitar dan Aria Mataram. Wilayah Negaragung dan Mancanegara bergolak. Arya Mataram dan anak anaknya dihukum mati. Anak selir Pakubuwono I dibuang ke Tanjung Harapan. Anak anak Surapati dibuang ke Sailan.
Pakubuwana II.
Saat Amangkurat IV wafat tahun 1726 takhta Mataram jatuh pada Pakubuwono II. Sekelompok pejabat istana berusaha memperbaiki kerajaan dengan mengubah citra raja sebagai tokoh mistik (Sufi). Gaya istana menjadi lebih suci dan Islami. Karya sastra Islami diterbitkan antara lain karya permaisuri sendiri.
Ketika pemberontakan orang-orang Cina meletus tahun 1740 meluas sampai Jawa Tengah, Pakubuwono II memutuskan membantu anti-Eropa. Pasukan kerajaan menduduki benteng Kompeni di Kartasura dan membunuh beberapa perwira. Namun ketika gelombang perang berbalik ke pihak Eropa raja berbalik memihak VOC. Saat itu VOC mendapat dukungan Panembahan Cakraningrat dari Madura. Mas Garendi dan para pemberontak Cina melakukan perlawanan sengit terhadap raja dan menduduki Kartasura. Raja yang malang melarikan diri ke hutan Ponorogo dan baru kembali ke takhta tahun 1743 atas dukungan VOC. Tahun 1746 ia memindahkan keraton ke Surakarta Hadiningrat.
Setelah pemberontakan Cina mereda kini Raden Mas Said melakukan pemberontakan dari Sukawati. Pemberontakan itu membesar setelah Pangeran Mangkubumi bersekutu. Terjadilah Perang Perebutan Mahkota III yang berlangsung dari tahun 1747-1755.
Pakubuwana III.
Saat Pakubuwana II akan mangkat (1749) ia menandatangani perjanjian penyerahan kerajaan ke tangan Kompeni. Adipati Anom dinobatkan menjadi Susuhunan Mataram sebagai vasal VOC dengan gelar Pakubuwana III.
Sementara itu, ketika mendengar bahwa Pakubuwana II sakit keras, Pangeran Mangkubumi segera mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan Kotagede sebagai pusat pemerintahannya. VOC menarik Pangeran Mangkubumi ke meja perundingan yang akhirnya melahirkan Perjanjian Giyanti 1755.
September 20 at 1:15 AMPrivacy: Public

Komentar

Postingan populer dari blog ini

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)