Tjoet Nja' Dien

Perang Aceh yang berkecamuk membuat seorang perempuan bernama Tjoet Nja' Dien terlibat sejak kecil baik langsung maupun tidak langsung. Ayahnya seorang pejuang. Suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga juga seorang pejuang. Mereka bahu membahu memerangi Belanda. Lamnga gugur dalam suatu pertempuran sedangkan Tjoet Nja'Dien berhasil diungsikan ke Montasi daerah kekuasaan Panglima Polem. Tjoet Nja'Dien bertemu Teuku Umar yang usianya lebih muda dan merekapun menikah. Suami istri ini kemudian terlibat dalam banyak perang gerilya.
Diceritakan bahwa Teuku Umar bersiasat meninggalkan pasukannya dan bekerjasama dengan Belanda hingga ia diangkat menjadi panglima perang Belanda memerangi pasukan Aceh sambil meminta dan mengumpulkan senjata dari Belanda. Saat senjata sudah cukup banyak terkumpul ia pun memisahkan diri dari Belanda untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Dalam pertempuran di Meulaboh ia gugur (1899).
Tjut Nja' Dien langsung memimpin pasukan dan itu berlangsung hingga enam tahun. Melihat ia semakin tua dan kondisi fisiknya semakin menurun ditambah matanya yang mulai rabun, Pang Laot, pembantu kepercayaannya merasa iba. Secara diam diam ia menghubungi Belanda dan menawarkan jasanya untuk menunjukkan markas pasukan Tjoet Nja' Dien. Tapi ia mengajukan syarat agar Belanda menghormati Tjoet Nja' Dien dan menyembuhkan penyakitnya. Saat Belanda berhasil menemukan markas besarnya, Tjoet Nja' Dien memilih mati dengan menusukkan rencong ke dadanya, namun berhasil dicegah. Ia pun dibawa ke Kutaraja dan diperlakukan dengan hormat oleh Belanda. Tjoet Nja' Dien kemudian diasingkan ke Sumedang (Soebagijo I.N. , 2004: 361).
Tjoet Nja' Dien tinggal di sebuah rumah di dekat Masjid Agung Sumedang. Di tempat ini ia masih sempat mengajar mengaji. Mengetahui bahwa ia masih merupakan keturunan keluarga kerajaan, orang orang Sumedang memberi julukan Ibu Ratu kepadanya.
Tjoet Nja' Dien wafat pada tahun 1908 dan dimakamkan di dekat komplek pemakaman Gunung Cupu yang merupakan pemakaman bangsawan Sumedang Larang. Berbeda dengan makam yang ada, makam Tjoet Nja' Dien berciri Aceh dengan hiasan kaligrafi Arab. Di dekat makam terdapat sebuah bangunan kayu berasiktektur Aceh yang indah yang nampaknya dijadikan tempat pertemuan warga Aceh apabila sedang berziarah ke makam itu. Makam Tjoet Nja' Dien berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Sumedang ke arah selatan.
Kisah heroik Tjoet Nja' Dien difilmkan secara kolosal oleh Erros Djarot. Film kolosal ini menelan biaya lebih dari Rp. 1 miliar dan menjadi film dengan biaya termahal pada tahun 80-an. Film ini tercatat sebagai film sejarah dengan penonton terbanyak pada saat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan