Perdagangan Candu di Hindia Belanda
Candu (papaver somniferum) digunakan sebagai sumber narkotik yang dikenal sejak zaman purba. Biji hijau tanaman ini dipotong dan getahnya disadap dari irisan tadi menghasilkan candu mentah. Dari bahan ini candu dapat dihisap atau disuling lagi menghasilkan heroin, morfin dan kokain.
Candu sebagai obat penahan sakit, penahan batuk dan menyembuhkan disentri. Tumbuhan ini menjadi bahan obat tradisional bagi dunia. Laporan dari India dan Melayu menyebutkan prajurit diberi candu sebagai alat perangsang sebelum berangkat ke medan perang.
Carl Trocki dari School of Humanities, Queensland University of Technology mengisahkan bahwa pada abad ke-18, kerajaan Belanda dan penjajah yang lain di Asia, berhubungan erat dengan perkembangan perdagangan candu internasional, sehingga candu disebut sumber dana kekaisaran.
Yang luput dari perhatian para sejarahwan adalah bahwa sejak dimulainya imperialisme Eropa di Asia Tenggara, candu merupakan sumber keuntungan pedagang yang datang dari daerah barat. Pedagang Arab dan India membawa candu ke Asia Timur sejak abad ke-8. Alfonso d'Albuerqueque menyarankan Raja Portugal menanam tabaman ini untuk mengambil kekayaan Nusantara. Pada abad ke-18 keuntungan candu menutup biaya dagang dan biaya perang VOC.
Pada tahun 1650 Belanda mulai membeli candu di Bengal India dengan mengirim gajah dari Sumatra ditukar candu yang kemudian dipasarkan di Jawa, Melaya, Sumatra dan bagian lain Asia Tenggara. Dengan demikian Belanda mengajar Asia satu sifat buruk baru : mengisap candu - padahal dulu candu hanya digunakan sebagai bumbu. Tidak perlu waktu lama, Cinapun belajar mengisap candu murni. Dari obat candu menjadi "obat nikmat." Sejak tahun 1660 kebiasaan mengisap candu menyebar ke Belanda melalui markas mereka di Taiwan, Fujian dan daratan Cina.
Keuntungan berdagang candu luar biasa besar. Pada tahun 1680, Lucas, penghubung kantor VOC dari Melaka, memelopori perdagangan candu secara diam diam dan 10 tahun kemudian ia mendapat keuntungan sebesar 10 ton emas. Setelah pensiun ia membuka rahasia ke Kompeni yang kemudian mengambil alih perdagangan ini. Pada tahun 1812 Raffles mengambil alih kendali monopoli penjualan candu di Jawa. Pada masa praindustri, Belanda menyadari bahwa candu merupakan jalan termudah untuk mendapatkan barang dagangan seperti timah, lada, dan emas Sumatra, serta gula, kopi dan nila Jawa.
Pada abad ke-19 Inggris memiliki kendali perdagangan candu untuk Asia. Belanda masih tergantung pada Inggris untuk mendapatkan candu yang dijual pada rakyat Hindia Belanda. Orang-orang Cina kaya membeli hak menjual candu kepada rakyat kemudian pemerintah mengambil alih pengolahan dan penjualan candu. Sistem ini berakhir tahun 1940. Meski dunia mendorong pemusnahan candu pada tahun 1920 tapi proses pemusnahan berjalan lambat. Pemerintah tetap berniaga candu sampai angkatan perang Jepang datang pada tahun 1942.
Komentar
Posting Komentar