Kongsi-kongsi Pertambangan

Istilah kongsi merujuk pada usaha yang anggota-anggotanya mempunyai saham. Anggota kongsi berhak memilih pemimpin, juru tulis, dan juru masak. Setelah hasil tambang dilebur dan menghasilkan logam serta semua utang telah terbayar, keuntungan pun dibagi. Kongsi juga dapat berarti tempat tinggal kepala tambang dan buruh. Orang Eropa merujuk pemimpin kongsi sebagai kongsis atau congsees. Melalui kongsi tambang orang Cina mengembangkan pertambangan tepat guna sekaligus mandiri secara politis.
Menurut Mary Somers-Heidhues dari Götingen University, Jerman, pada pertengahan abad ke-18 emas dan timah melimpah di daerah yang jarang penduduk seperti di Bangka dan Kalimantan Barat. Sultan Palembang, Sultan Mempawah dan Sultan Sambas mendatangkan buruh dari Cina. Orang Cina menggunakan mesin sederhana dan air untuk membersihkan hasil tambang. Melalui kongsi mereka mempekerjakan buruh di setiap daerah tambang. Sultan mendapat bagian hasil tambang dalam bentuk uang karena menyediakan makanan, candu dan perbekalan lain.
Daerah pertambangan terpencil dan rawan. Untuk pertahanan, politik dan efektifitas ekonomi, kongsi sering memperluas kekuatan dengan dana dari sultan. Palembang kehilangan pengawasan atas Bangka saat Inggris dan Belanda mengubah kongsi Cina menjadi pertambangan negara.
Menjelang akhir abad ke-18 banyak kongsi mengendalikan dataran tinggi antara Pontianak dan Sambas. Ketika Belanda memaksakan kekuatan setelah tahun 1818, tiga kongsi terbesar hampir tidak punya ikatan dengan sultan.
Pada tahun 1822 Belanda berdamai dengan Kongsi Lanfang di Mandor dan menunjuk kepala kongsi sebagai Kapthay - Kapten besar. Kongsi Dagang (Thaykong) yang kuat di Monterado sulit ditangani meski Belanda berulangkali menekankan kewenangannya. Pesaing mereka Kongsi Santiagou (Samthiaokioe) mencari perlindungan Belanda. Kongsi Dagang menyerang dan hampir semua anggota Santiaogou lari ke Serawak.
Antara tahun 1850-1854 Belanda mengepung Monterado, menguasai buruh tambang yang melawan dan menghapus kongsi Dagang. Kongsi terakhir yang selamat, Lanfang, yang penuh hutang dan hasil tambangnya menipis dibubarkan Belanda pada tahun 1884.
Perang kongsi atas tambang emas dan pasokan air menimbulkan keresahan. Bagi sultan, Cina penambang seperti kuda Troya tapi membawa segi positif. Kegiatan orang Cina menyumbang segi pertanian untuk mata pencaharian seluruh penduduk.
Sultan Sambas dan Mempawah kehilangan sebagian keuntungan dari suku Dayak yang bersekutu dengan Cina untuk menghindari dominasi Melayu. Sultan yang kehilangan pendapatan dari tambang akhirnya bergantung pada Belanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan