Kopi Dll.
Cultuur Stelsel atau Tanam Paksa mendatangkan tanaman tanaman ekspor baru menggantikan rempah-rempah. Titik perekonomian ekspor ini kini lebih meningkat di Pulau Jawa (Roger Knight, Department of History, Adelaide University).
1. Kopi.
Sekitar tahun 1800-an Jawa merupakan pengekspor padi ke pulau pulau lain di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Kemudian kedudukan padi sebagai barang ekspor digantikan kopi yang bernilai ekonomi tinggi. Tidak lama kemudian segera digantikan gabungan tanaman kopi, nila dan tebu. Kopi pertama kali diperkenalkan Belanda di Jawa Barat pada akhir abad ke-17. Kemudian tananan ini disebar ke Jawa, Sumatra dan pulau pulau lain. Tanaman ini pertana kali ditanam oleh VOC untuk mencari keuntungan lebih besar dalam perdagangan ke Eropa. Pada pertengahan abad ke-19 kopi ditanam besar-besaran di bawah Tanam Paksa yang membuat pemerintah jajahan Hindia Belanda mendapat cadangan hasil ekspor melalui kerja paksa rakyat Jawa. Setelah penghapusan tanam paksa secara bertahap, kopi tetap ditanam oleh sebagian pemegang saham dan pemilik lahan yang dikelola oleh penjajah Eropa.
2. Nila (indiferra sp.).
Nila adalah pewarna dengan cara merendam tanaman dalam air hingga menghasilkan rendaman yang lekat atau kering sampai keras seperti sabun. Nila ditanam untuk pemakaian setempat untuk mewarnai bahan dan batik. Setelah jeda seratus tahun lamanya, nila kemudian menjadi barang dagangan dalam skala besar untuk menjangkau pasar dunia. Seragam biru pelaut Inggris abad ke-19 diperolah dari celupan nila.
Menjelang akhir abad ke-19 perdagangan internasional untuk barang ini disaingi oleh pewarna dari bahan kimia buatan Jerman. Akibatnya nila mencapai titik nadir.
3. Tebu (Saccharum sp).
Sampai memasuki abad ke-19, pemanis paling terkenal di Indonesia dibuat dari sadapan pohon aren. Sejak tebu diperkenalkan, gula tebu merupakan industri yang tumbuh menyambut kebutuhan pasar luar negri. Pada abad ke-17 dan ke-18 pemasaran gula tebu ditujukan ke negara Asia dan pada abad ke-19 beralih ke Eropa dan Amerika Latin. Rakyat Indonesia baru menggunakan gula putih (gula pasir) menjelang abad ke-20.
Industri gula tebu awalnya terpusat di Pulau Jawa yang memiliki tanah vulkanik subur dan buruh trampil. Industri gula kemudian berada di baris depan ekonomi gula dunia. Hanya Kuba yang menjadi pesaing dan melebihi Jawa.
Sejak tanam paksa diberlakukan seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur dipenuhi jaringan besar industri pabrik gula. Menjelang tahun 1850 terdapat ratusan pabrik gula dan meningkat dua kali lipat pada akhir abad.
Dengan dihapusnya sistem tanam paksa, pengelola pabrik bergerak dengan menyewa tanah petani untuk menanam tebu. Mereka juga mengambil alih pengerahan tenaga kerja untuk menanam memanen dan mengangkut tebu.
Meski begitu bukan berarti petani menjadi merdeka karena kewenangan tetap dijalankan oleh kepala desa atau tuan tanah yang bekerjasama dengan industri gula.
Krisis karena menurunnya ekspor setelah tahun 1930 menjadi pertanda buruk bagi investor agribisnis seperti yang terjadi di Asia, terutama Jepang (Knight, 2002: 121).
Komentar
Posting Komentar