Jalan Raya Anyer-Panarukan
Saat ditugasi oleh Louis Bonaparte menguasai Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris, Daendels, seorang pengacara revolusioner Belanda yang dijadikan Gubernur Jendral, ingin membangun jalan raya sepanjang Pulau Jawa. Daendels juga mengerahkan tentara pribumi dan membuat pabrik senjata di Semarang. Biayanya didapat antara lain dari menjual tanah negara kepada pengusaha Belanda dan Cina. Ia yang dipanggil dengan julukan Mas Galak benar benar melaksanakan niatnya membuat jalan sepanjang pulau Jawa. Pada tahun 1818, hanya dalam waktu satu tahun, Daendels membuat jalan yang dinamakan De Groete Postweg atau Jalan Raya Pos yang membentang sejauh 1000 km dari Anyer di Banten hingga Panarukan di ujung timur Jawa. Tujuan Daendels adalah melancarkan arus informasi memudahkan gerakan pasukan dan logistik untuk membendung pasukan Inggris dari utara. Karena itu Jalan Raya Pos lebih banyak berada di utara Pulau Jawa.
Ambisi Daendels membuat jalan sepanjang Jawa jelas banyak memakan korban orang pribumi. Ia memobilisasi penduduk melalui para Bupati setempat. Konon mereka yang gagal memenuhi target penyelesaian jalan dibunuh dan kepalanya digantungkan di pepohonan di kiri kanan jalan. Salah seorang Bupati yang menentang kerja paksa a la Daendels adalah Bupati Sumedang yang terkenal dengan nama Pangeran Kornel dari kata Kolonel. Maklum saja medan yang harus dibuat menjadi jalan antara Bandung - Sumedang adalah medan yang sulit diratakan. Tanahnya terdiri dari perbukitan cadas yang curam. Tempat itu terkenal hingga kini sebagai Cadas Pangeran.
Jalan Raya Pos dibuat untuk untuk melancarkan penyampaian informasi dari satu pos ke pos yang lain yang berjarak sekitar 4,5 km. Di tiap pos disediakan tempat makan kuda. Setiap empat lima pos ada satu kota. Jarak sedemikian cukup ideal untuk ditempuh kuda-kuda yang dikendarai Pak Pos.
Jalan Raya Pos yang dibuat dari Anyer ke Batavia tidak dilanjutkan ke Bekasi melainkan berbelok ke selatan menuju Bogor melewati Parung. Dari Bogor dilanjutkan ke Bandung melewati perbukitan. Tiba di Bandung Daendels mengetukkan tongkatnya ke tanah dan berkata bahwa di tempat itu harus berdiri sebuah kota. Tempat itu ditandai sebagai lokasi O KM kota Bandung. Dari Bandung pembangunan jalan dilanjutkan ke Cirebon melalui Sumedang dan selanjutnya diteruskan ke Semarang melalui Brebes Tegal Pekalongan Pemalang dan Kendal. Dari Semarang jalan pos menyusuri pantai utara hingga Surabaya melewati Demak Kudus Juwana Rembang Pati Lasem Tuban dan Gresik. Dari Surabaya berlanjut hingga Panarukan dan Situbondo melalui Bangil Pasuruan Probolinggo Besuki.
Karena adanya surat dari William V yang memberi otoritas pada Inggris, pada tahun 1795 Inggris menduduki Padang dan Malaka, tahun 1796 menduduki Ambon dan Banda, tahun 1795 memblokade Batavia. Pada bulan Mei 1811 kedudukan Daendels digantikan Jan Willem Jansens. Pada 4 Agustus 1811 enam puluh kapal Inggris muncul di Batavia dan tanggal 26 Agustus kota itu jatuh ke tangan Inggris. Janssens mundur ke Semarang bergabung dengab Legiun Mangkunegara dan prajurit Surakarta dan Yogyakarta. Inggris memukul mundur mereka dan tanggal 18 September Janssens menyerah di Salatiga. Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa. Kekacauan segera terjadi di Yogyakarta. Hamengkubuwana II dimakzulkan dan dibuang ke Penang. Natakusuma dianugrahi gelar Pangeran Pakualam I. Dibentuk pula Korps Pakualaman yang terdiri 100 prajurit kavaleri kemudian diubah menjadi 50 prajurit kavaleri dan 100 prajurit infanteri (kemudian dibubarkan tahun 1892). Mangkunegara mendapat tambahan 1000 rumah tangga yang diambil dari tanah Pakubuwana IV. Sementara itu Pakubuwana IV bersekongkol dengan prajurit Sevoy India untuk menghancurkan Inggris dan Yogyakarta namun segera terbongkar. 70 orang dihadapkan ke pengadilan. 17 orang ditembak mati, sisanya dikembalikan ke India dengan tangan dibelenggu.
Beberapa tahun yang lalu Majalah Tempo membuat edisi khusus mengenai De Groete Postweg atau Jalan Raya Pos ini, termasuk mengulas keberadaan tokoh Daendels. Sayang saya tidak menemukan edisi khusus ini di antara perpustakaan pribadi di rumah. Yang saya masih ingat adalah bahwa wartawan Tempo melalui laporan investigasinya membuktikan bahwa De Groete Postweg atau Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels ini masih efektif digunakan. Hanya pada beberapa ruas jalan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah ada jalan alternatif yang lebih diminati para pengemudi khususnya pengemudi truk barang atau bus.
Adapun rumah Daendels masih ada di antara rumah penduduk di sebuah kota di Belanda. Keberadaan Daendels tidak begitu menjadi perhatian atau menarik minat orang Belanda karena ia dianggap sebagai penghianat karena bekerja sama dengan Perancis saat Belanda dikuasai keluarga Bonaparte dan raja Belanda minta perlindungan Inggris.
Sekitar tahun 1997 saya pernah menjajal jalan Daendels ini dari ruas Bandung -Semarang - Surabaya sekitar 24 jam perjalanan. Selepas Kudus hari telah malam dan bulan bersinar terang. Laut di sebelah kiri jalan nampak berwarna keperakan. Deburan ombaknya menemani perjalanan hingga Tuban. Pada pagi hari kami tiba di Surabaya.
Komentar
Posting Komentar