CIA Menghancurkan Reputasi Bung Karno

 529) Upaya CIA Menghancurkan Reputasi Bung Karno

Smith, Kepala Cabang Psikologis dan Politik FE/5 Divisi Timur Jauh CIA, menyebutkan bahwa pada tahun 1953 CIA telah membangun suatu jaringan toko buku sebagai sarana penyamaran untuk aktivitas-aktivitas spionasenya, meskipun usaha ini akhirnya gagal.

Pada pertengahan tahun 1957, dalam upaya menghancurkan reputasi Bung Karno , CIA membuat sebuah film porno di mana Bung Karno digambarkan tengah tidur bersama seorang agen perempuan berambut pirang yang cantik asal Rusia. Tujuan film ini menurut Smith adalah untuk menunjukkan pada dunia bahwa “penghambaan Sukarno pada kekuasaan Soviet... adalah akibat dari pengaruh atau pemerasan yang dilakukan perempuan itu.” 

Dalam kaitan dengan Peristiwa Cikini, CIA berusaha memanfaatkan situasi dengan memojokkan kelompok komunis. “Maka kami cepat-cepat mengarang cerita bahwa upaya pembunuhan yang gagal tersebut didalangi oleh PKI atas anjuran sahabat-sahabat mereka di Uni Soviet.”

Selama tahun 1957 CIA juga banyak membantu para pemberontak daerah. Para pejabat CIA di Indonesia melihatnya sebagai kesempatan untuk menjalankan kebijakan “memanggang kaki Sukarno di atas api.”

Para pejabat ini mengirim sepucuk memo kepada Kelompok Khusus dalam NSC (National Security Council) – sebuah kelompok kecil pimpinan puncak NSC yang bertanggungjawab pada rencana operasi rahasia – dan segera menerima persetujuan resmi atas taktik yang mereka usulkan untuk mendukung para pemberontak tersebut. 

Mereka sangat bersemangat menjalankan tugas tersebut, dan merasa yakin bahwa “bila kita menjalankan operasi di Indonesia ini dengan baik, karier kita semua pasti akan terjamin” (Lu, US Relation with Indonesia, 1953-1961.  Kenneth Conboy and James Morrison, Feet to Fire : CIA Operations in Indonesia, 1957-1958. Audrey Kahin dan George Mc.T. Kahin, Subversions as Foreign Policy : The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia, 1955. Wardaya , 2008 : 170 – 175).

Peran Sumitro

Di Sumatra, hubungan pemberontak dengan dunia luar dirintis oleh Sumitro Joyohadikusumo, mantan Menteri Keuangan dan anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI). Berkat jalan yang dibukakan oleh Sumitro itu para pemberontak di Sumatra dapat menjalin kontak langsung dengan CIA. 

Pada tahun 1957 Simbolon mengirimkan beberapa utusannya untuk menemui Kepala Cabang CIA di Jakarta James M. Smith Jr., guna meminta bantuan AS. Smith meneruskan permintaan ini kepada Dean Almy, satu-satunya pegawai CIA yang berada di Medan.

Almy melukiskan permintaan Simbolon untuk mendapatkan otonomi daerah sebagai jendela yang terbuka bagi Washington untuk secara diam-diam menyusup dan melibatkan diri dalam pemberontakan militer luar Jawa terhadap Pemerintah  Pusat Jakarta yang dianggap condong ke kiri. 

Simbolon Bertemu Kepala Kantor CIA Singapura

Pada akhir tahun 1957 Kolonel Simbolon dan rekannya sesama pemimpin militer di Sumatra, Letnan Kolonel Sjoeib, bertemu Kepala Kantor CIA Singapura James Foster Collins. Di akhir pembicaraan, Collins dan para pejabat CIA lain mengisyaratkan kesediaan mereka untuk mendukung para pemberontak. 

Karena merasa yakin akan bantuan Amerika Serikat, pada tanggal 9-10 Januari 1958 para pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan sebuah pertemuan di Sungai Dareh, Sumatra Barat, dengan rencana mematangkan rencana pemberontakan mereka. Dibicarakan pula soal pemberian ultimatum kepada Pemerintah Pusat, dan pembentukan sebuah negara yang terpisah, bila ultimatum tersebut tidak dihiraukan (Kahin dan Kahin, 128-129  dalam Wardaya, 2008 : 175).  

Siaran Pers Sumitro di Jenewa

Pada tanggal 2 Februari 1958, di Jenewa, Swiss, Sumitro memberikan siaran pers menyatakan bahwa para pemberontak di Sumatra siap mengultimatum pemerintah. 

Warouw Bertemu Sukarno di Jepang

Pada tanggal 3 Februari 1958, Warouw menemui Presiden Sukarno yang tengah berkunjung ke Jepang, dan memberitahunya mengenai kemungkinan bahwa para pemberontak Sumatra akan mengeluarkan ultimatum terhadap Jakarta (Wardaya. 2008 :  213).

Lebih lanjut tentang pemberontakan Sumatra yang disebut PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) akan kami sampaikan pada tulisan berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)