Washington "Menyelamatkan" Bung Karno
Amerika Serikat mencermati apa yang terjadi di Indonesia baik itu penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika, Pemilu pertama dan krisis kabinet akibat kemelut yang terjadi di Angkatan Darat. Baskara T. Wardaya, SJ dalam “Indonesia Melawan Amerika” menulis respon AS terhadap ketiga hal tersebut.
(1) Konferensi Asia Afrika
Terkait dengan Konferensi Asia Afrika, Eisenhower menyusun rencana untuk mempengaruhi persiapan konferensi dan membentuk suatu dewan kordinasi . Laporan Dewan Kordinasi Operasi tanggal 15 Januari 1955 menunjukkan bahwa mereka mengamati persiapan dan pelaksanaan Konferensi Bandung serta meningkatkan kewaspadaan masyaraka Blok Barat akan bahaya agresi dan imperialisme Soviet-Cina di Asia Timur. Lewat negara-negara Filipina, Thailand, Pakistan dan Turki pemerintah Eisenhower berharap akan dapat memonitor dinamika konferensi dan mempengaruhi jalannya konferensi sehingga sejalan dengan berbagai kebijakan dan kepentingan AS.
Para pejabat CIA sempat mengusulkan sebuah rencana pembunuhan atas seorang tokoh penting dengan maksud menggagalkan KAA. Mantan Deputi Direktur Perencanaan CIA, Richard Bissel bersaksi bahwa CIA telah berencana untuk membunuh Presiden Sukarno sampai tahap merekrut agen beserta menyediakan persenjataan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut . Namun rencana tersebut tidak sempat terlaksana.
Berbeda dangan pidato Jawaharlal Nehru yang tegas, dalam pidatonya di KAA, Chou En Lai PM RRT tampak bersikap melunak dan menekankan kesediaan Cina untuk melakukan perundingan dengan AS khususnya mengenai masalah Taiwan.
Pemerintahan Eisenhower merasa senang dengan hasil konferensi dan merasa puas bahwa hasil KAA tidak mengusik keseimbangan antara Blok Barat dan Blok Timur dalam kontestasi Perang Dingin.
Media AS, The New York Times, memuat pidato Chou En Lai secara utuh dan menyebut KAA sebagai konferensi pertama bangsa-bangsa Asia-Afrika dalam sejarah. The New York Times melaporkan bahwa negara-negara pro-Barat berhasil memukul komunisme dengan telak.
(2) Pemilu 1955
Pemilu 1955 yang diadakan pada tanggal 29 September untuk memilih anggota DPR dan tanggal pada tanggal 15 Desember untuk memilih anggota Konstituante mengejutkan AS. Pemerintahan Eisenhower sedikit banyak memang sudah menduga bahwa PNI, Masyumi dan NU akan mendapatkan suara yang banyak , tetapi terkejut dengan hasil yang ditunjukkan oleh PKI. Mereka khawatir popularitas partai komunis tersebut akan mengancam stabilitas politik Indonesia.
Setelah mengadakan pembicaraan mengenai pemilu tersebut dengan Ide Anak Agung Gde Agung, Menteri Luar Negeri AS John Foster Dulles menyatakan keprihatinannya bahwa Indonesia sedang dalam bahaya dikepung oleh komunisme.
Para pejabat yang lain juga merasa khawatir sebab partai Masyumi yang sudah mereka bantu dengan sumbangan kampanye senilai satu juta dolar, gagal memenangkan suara terbanyak .
(3) Krisis Kabinet yang Dipicu Angkatan Darat
Seorang pegawai intelejen AS menulis, “kembalinya PKI dengan cara yang spektakuler sungguh membuat kami khawatir. Washington khawatir perolehan suara PKI yang besar itu akan meningkatkan pengaruh komunis dalam kehidupan Indonesia dan mendorongnya makin jauh ke kiri... Setelah krisis kabinet yang dipicu oleh Angkatan Darat pada Oktober 1952, PKI memberi dukungan penuh kepada orang pilihan Sukarno untuk duduk sebagai Perdana Menteri, Ali Sastroamidjojo, yang kemudian membentuk kabinet yang seluruhnya berisikan orang PNI pada awal tahun 1953. Akibatnya terbentuklah kemitraan PNI denganPKI. Sejak saat itu Sastroamidjojo menjadi kawan dekat Komunis.”
Hasil yang diperoleh PKI dalam Pemilu 1955 merupakan kejutan dan gangguan yang besar bagi mereka. Washington khawatir perolehan suara PKI yang besar itu akan meningkatkan pengaruh komunis dalam kehidupan Indonesia dan mendorongnya makin jauh ke kiri.
Khawatir akan semakin kuatnya posisi PKI dalam politik nasional Indonesia, para pejabat di Washington merencanakan mengambil langkah “menyelamatkan” Bung Karno dari pengaruh lebih jauh kelompok komunis dengan cara membangun hubungan pribadi dengannya (Wardaya, 2008 : 114-120).
Komentar
Posting Komentar