Pembentukan AUREV
Pada 18 Maret 1958 para pemberontak Permesta mengumumkan pembentukan angkatan udara mereka sendiri yang disebut AUREV (Angkatan Udara Revolusioner), dengan maksud menandingi kekuatan AURI. Dua mantan petinggi AURI ditunjuk untuk memimpin AUREV. Walaupun hanya memiliki dua pesawat pangangkut C-45 hasil sumbangan Taiwan, AUREV mampu menyerang posisi-posisi pemerintah. Sementara itu CIA (Central Intellegence Agency), lembaga teliksandi AS, telah mempersiapkan sejumlah pilot dan lima belas pesawat pembom B-26 untuk menjalankan misi pengeboman dan penyergapan.
Dalam pertemuan NSC (National Security Council) tanggal 20 Maret 1958 Presiden AS Eisenhower menunjukkan penyesalannya yang mendalam atas usul yang diajukannya pada tanggal 6 Maret menyangkut pemberian pesawat udara kepada para pemberontak di Sumatra. Dia kini menyadari betapa tidak bergunanya pesawat udara dalam pertempuran di hutan.
Pemimpin para pemberontak di Sumatra meminta bantuan lebih besar dari pemerintahan Eisenhower dan jika mungkin, pengakuan dari Organisasi Pertahanan Asia Tenggara (SEATO, Southeast Asia Treaty Organization). (Deshpande, 1981 : 107-108).
Guna memastikan sifat rahasia dari Operasi Haik, semua pilot dan pesawat yang digunakan dalam misi ini beserta semua senjata dan perlengkapan yang dikirimkan kepada para pemberontak disterilisasi terlebih dahulu, yakni dibersihkan dari segala tanda-tanda Amerika, sehingga bila jatuh ke tangan pasukan pemerintah RI nantinya pemerintah AS memiliki bukti untuk menyangkal keterlibatannya.
Para pilot CIA dengan penuh semangat menjalankan operasi-operasi militer menghancurkan berbagai target Indonesia, termasuk menyerang kapal-kapal dagang asing yang dianggap menguntungkan Pemerintah Pusat di Jakarta (Wardaya, 2008 : 188-189).
Pada awal bulan Mei 1958 salah seorang pilot CIA mengebom dan menghancurkan sebuah kapal tanker Inggris San Flaviano yang sedang buang sauh di pelabuhan Balikpapan, Kalimantan Timur. Sebuah korvet Indonesia yang sedang di dekatnya juga dibom dan dihancurkan. Aquilla, sebuah kapal barang Italia , dibom dan ditenggelamkan di pelabuhan Ambon. Di pelabuhan yang sama, sebuah kapal Yunani, Armonia, diserang, sementara sebuah kapal Panama, Flying Lark, diberondong peluru, menyebabkan meninggalnya sembilan orang.
Meskipun semua pesawat yang dipakai dalam misi pengeboman ini telah disterilisasi, masyarakat di daerah yang diserang tahu bahwa Amerika berada di baliknya.
Seorang yang selamat dari kapal tanker San Flaviano mengatakan, “Anda jangan bohongi saya dengan mengatakan bahwa Amerika tidak mengendalikan semua ini” (Time, 12 Mei 1958).
Dalam pidatonya pada tanggal 2 Mei 1958 Bung Karno memperingatkan pemerintahan Eisenhower supaya tidak bermain api di Indonesia. Presiden menambahkan bahwa jika dunia luar mau menjadikan Indonesia sebagai Korea Kedua atau Vietnam Kedua, yang akan terjadi adalah Perang Dunia Ketiga (Kahin dan Kahin, 186).
Pada 1 Mei 1958, DCI (Direktur CIA) Allen Dulles melaporkan dalam pertemuan NSC ke-364 situasi terakhir menyangkut pemberontakan di Indonesia. Dia melaporkan bahwa di Sulawesi pemberontakan berjalan baik, terbukti dengan berhasilnya beberapa serbuan udara mereka.
Pada Minggu pagi 18 Mei 1958, Kapten Ignatius Dewanto berhasil menembak jatuh sebuah pesawat AUREV B-26. Dua orang penerbang pesawat tersebut berhasil ditangkap. Salah satunya adalah seorang ahli tembak dari Permesta Harry Rantung dan yang lain adalah pilot Allen Lawrence Pope, seorang warga negara AS yang ternyata adalah penerbang bayaran CIA.
Pesawat Allen Pope Ditembak Jatuh
Lawrence Allen Pope, berusia dua puluh sembilan tahun, kelahiran Perrine, negara bagian Florida, adalah seorang mantan letnan satu Angkatan Udara AS yang pernah tiga mendapatkan tiga Air Medals dan sebuah penghargaan lain, Distinguished Flying Cross, selama Perang Korea. Kepada penangkapnya dia mengaku disewa untuk membawa bom oleh para pemberontak dengan bayaran US $ 10.000 per bulan. Pope membawa daftar delapan pilot lain yang ditugaskan untuk bekerja di AUREV (Wardaya, 2008 : 188-198).
Tertangkapnya Allen Pope merupakan pukulan terbesar bagi CIA pada Operasi Haik ini. Apa yang sebelumnya merupakan sebuah operasi klandestin untuk mendukung pemberontakan PRRI dan Permesta kini justru berubah menjadi aib bagi Amerika Serikat. Meski Alan Pope tertangkap di bulan Mei tahun 1958, CIA tetap menjalankan Operasi Haik hingga bulan Agustus di tahun yang sama.
Operasi Haik dinyatakan berakhir pada bulan Agustus tahun 1958, setelah pasukan Permesta banyak mengalami kekalahan dari pasukan TNI, dan disusul dengan dibukanya beberapa dialog antara pihak pemerintah Republik Indonesia dengan perwakilan Permesta, yang kemudian bermuara pada berakhirnya pemberontakan Permesta pada tahun 1961 dengan ditandai menyerahnya petinggi Permesta antara lain Kolonel D.J Somba, Mayor Jenderal A.E Kawilarang, serta Letnan Kolonel Ventje Sumual.
Satu hal unik dari berakhirnya Operasi Haik adalah bahwa pihak AURI justru terkesan dengan penampilan dan kiprah pesawat pembom B-26 milik AUREV. Ini juga yang akhirnya membuat Indonesia meminta beberapa unit pembom B-26 produksi baru alias gress kepada pemerintah AS sebagai salah satu dari beberapa imbal balik atas permintaan pembebasan Allen Pope (hobbymiliter.com, 10 Mei 2019).
Komentar
Posting Komentar